Senin, 14 Maret 2022

Analisis Syair Arab

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah (خلفية المشكلة)
Walaupun pada masa lalu kita mengenal sastra berdasarkan penuturan dari mulut kemulut, ketika kita berbicara masalah sastra, itu tidak lepas dari kajian teks. Sastra sering diidentikan dengan teks, Tentu saja terdapat perbedaan antara teks sastra dengan teks yang lain, walaupun perbedaan tersebut bersifat elastis. Sastra adalah bagian dari seni yang indah yang menggambarkan kehidupan dan peristiwa yang terdapat dalam kehidupan, seperti bahagia, kesedihan dan lain sebagainya. Sastra juga merupakan sebagai cermin kehidupan manusia, maju mundurnya peradaban suatu bangsa akan tampak pada karya sastra yang dilahirkannya dan mampu menjadi refleksi kehidupan sosial, politik, ekonomi hingga ideologi suatu bangsa.

Perkataan sastra dalam bahasa Arab termasuk salah satu kata hidup dan berkembang artinya sesuai dengan perkembangan bangsa Arab dan proses peralihannya dari masa kegelapan, yaitu masa kehidupan sebagai bangsa yang nomad kepada periode kehidupan pemegang peradaban. Pada masa Jahiliyah kata adab itu maknanya adalah mengajak makan kata ini sudah jarang digunakan, kecuali kata ma’dubah, dari akar kata yang sama, yang berarti jamuan atau hidangan. Agaknya, makna adab dalam arti mengajak makan ini dilihat bangsa Arab sebagai representasi akhlak baik, sebuah sikap yang menjadi tradisi Ibrahim sebagai nenek mmoyang bangsa Arab Adnaniyyah atau musta’ribah yang melahirkan suku Quraisy, suku Nabi Muhammad.

Kata Adab berkembang sesuai dengan perkembangannya kata adab dipahami sebagai ta’lim (pengajaran) dan kata muadib sama artinya dengan kata mu’alim (guru). Maka syair, kisah, berita, nasab (biogerafi) dan apa saja yang disampaikan oleh seorang guru kepada muridnya dengan tujuan mendidik dan memberi bekal ilmu pengetahuan kepada anak, itu adalah adab. Dalam pengertian sastra Adab terbagi kepada dua bagian besar: al-adab al-wasfi dan al-adab al-insyai. Yang pertama sering disebut juga dengan al-ulum al-adabiyyah, yang terdiri dari sejarah sastra, keritik sastra, dan teori sastra. Sedangkan yang kedua yaitu ekspresi bahasa yang indah dalam bentuk puisis, prosa, dan drama.

Ada beberapa manfaat karya sastra adalah sebagai berikut: Pertama karya sastra besar memberi kesadaran kepada pembacanya tentang kebenaran-kebenaran hidup ini. Kedua karya sastra memberikan kegembiraan dan kepuasan batin yang menghibur. Ketiga, karya sastra besar itu abadi. Keempat, karya sastra besar ini tidak mengenal batas kebangsaan. Kelima, karya sastra besar adalah karya seni: indah dan memenuhi kebutuhan manusia terhadap naluri keindahannya. Keenam, karya sastra besar dapat memberikan penghayatan yang mendalam terhadap apa yang kita ketauhi. Pengetahuan yang kita peroleh bersifat penalaran, tetapi pengetahuan itu dapat hidup dalam sastra, Terakhir manfaat ketujuh adalah membaca karya sastra besar juga menolong pembacanya menjadi manusia yang berbudaya. Demikianlah manfaat sastra besar. Oleh sebab itu penulis memilih syair Umru al-Qaiys sebagai pembahasan yang akan dianalisis dalam tugas UTS ini.
Islam memandang sastra sebagian dari seni, ia akan menimbulkan keindahan dan keistimewaan tersendiri bila diungkapkan. Bahkan efek yang ditimbulkannya terhadap jiwa manusia sangat besar. Karena ia berpengaruh pada moralitas dan spiritualitas seseorang, begitu ungkap al-Ghazali. Menurut hemat penulis karya sastra yang paling tinggi nilai estetikanya adalah puisi, karena puisi itu bentuk kesusastraan yang paling tua, karya besar didunia yang bersifat monumental ditulis dalam bentuk puisi, puisi merupakan karya sastra yang sangat urgen dan besar pengaruhnya terhadap sikap, tindak, dan kehidupan manusia . bagi orang-orang Arab puisi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan merupakan catatan kehidupan. puisi yang sejati adalah puisi yang kata-katanya sesuai dengan makna asalnya. Chatibul Umam dalam bukunya mendefinisikan puisi sebagai perkataan yang memiliki wazan dan tujuan dengan menggunakan pola Arab. Sedangkan Ahmad Jiyad mengatakan dalam bukunya, bahwa syair adalah suatu kalam yang berwazan, berqafiya, dan ungkapan imajinasi yang mendalam
Syair dalam tradisi dan budaya Arab Jahiliyah, selain sebagai karya sastra juga sebagai fakta sejarah yang tidak terbantahkan, sebab syair bagi bangsa Arab bukan semata-mata sebagai media untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran, lebih dari itu syair adalah kebanggaan dan identitas mereka selama beradab-abad lamanya, sehingga tidak salah bila ada yang menyatakan bahwa bangsa Arab Jahiliyah tidak memilki seni dan budaya apapun selain dari syair. Syair-sebagaimana dinyatakan oleh Umar bin Khatthab-adalah pengetahuan bangsa Arab dan tidak ada ilmu lain selain syair yang melebihi kebenarannya. Maka syair selain sebagai karya sastra, bagi masyarakat Arab Jahiliyah adalah refresentasi dari pola fikir, sikap sejarah dan realitas kehidupan.

Syair sebagai bentuk dari karya sastra yang fasih yang berwazan dan berqafiyah yang secara umum diungkapkan dalam bentuk Imajinatif yang indah. Syair memiliki unsur-unsur yang lebih lengkap dibandingkan dengan prosa, kelengkapan itu seperti pada pemilihan kata (diksi), penggunaan kata kiasan, kombinasi kata, irama, kedalaman makna dan gaya bahasa. Namun dalam menganalisis Ahmad al-syayib mengatakan bahwa unsur sastra adalah emosi/perasaan (العاطفة), imajinasi (الخيال), gagasan (الفكرة), dan bentuk (الصورة).
Tak ada api tanpa asap. Tentu kita sering mendengar peribahasa ini, peribahasa ini berarti sesuatu hal terjadi tentu ada sebabnya. Demikian pula pilihan penulis terhadap Syair Umru al-Qaiys, terkumpul dalam Syarah diwan Umru al-Qais yang ditahkikan oleh Hasan al-Sanduli. sebagaimana telah penulis singgung bahwa dalam kitab diwan Umru al-Qais tersebut terdapat syair-syair yang bernilai estetika tinggi, sehingga penulis terdorong untuk menelitinya. Dan Umru al-Qais dikenal sebgai penyair mu’alaqat, sebagaimana dikatakan oleh musthafa shadiq al-Rafi’i ada tujuh penyair mua’laqat yaitu Umru al-Qais, Tharafah, Zuhair bin Abi Salma, Labid, Amr bin Kultsum, Antarah dan Harits ibn Hilza, semuannya penyair Jahiliyah kecuali Labid yang hidup dua masa. Umru al-Qais salah satu penyair Jahiliyah yang paling besar, kata-katanya fasih puisinya berupa potongan-potongan susunannya rapih dan indah, puisi ghazalnya memiliki ciri arti yang jelas, ungkapan perasaan dan pujian yang berlebih-lebihan terhadap para perempuan. Seperti dalam syair berikut:
مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Langsing, putih, ramping dadanya berkilau bagaikan cermin
syair diatas dari segi ilm al-‘Arudh bait syair tersebut termasuk bahr al-thawwil, dan dari segi ilm al-Balaghah ini termasuk tasybih/penyerupaan, dalam ilmu bayan tasybih yang disebut adatnya adalah tasybih mursal, dan tasbih yang dibuang wajh sibhnya adalah tasybih adalah tasybih mujmal, secara lengkapnya tasybih tersebut adalah tasybih mursal mujmal karena disebut adatnya dan dibuang wajh sibhnya.
Bait syair diatas mengisyaratkan bahwa umru al-Qais selalu menggambarkan perempuan dengan berlebihan, gombal kata orang sekarang. Akan tetapi lebih dari itu umru al-Qais dalam puisinya ingin mengatakan bahwa penggabaran seperti itu sesuatu yang wajar dan wajar bagi seorang lelaki yang sedang jatuh cinta. Sehingga menarik sekali untuk dteliti lebih mendalam, mengingat syair-syair umru al-Qais bernilai estetika tinggi, sehinnga banyak penyerupaan dalam syairnya.
2. Rumusan Masalah (تحديد المشكلة)
Perumusan yang dapat diambil dari latar belakang terkait penelitian syair dalam kitab diwan Umru al-Qais, supaya lebih terarah penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut :
2.1. Bagaimana unsur struktur dalam syair Umru al-Qais.?
2.2. Apa isi kandungan syair tersebut.?
3. Tujuan Penelitian (أهداف البحث )
3.1. Untuk mengetahui Unsur Syair-Syair ghazal Umru al-Qais,
3.2 Untuk mengungkap Nilai-Nilai yang terkandung dalam syair tersebut.
3.3 . Untuk menyelesaikan tugas UTS.
4. Manfaat Penelitian (أهمية البحث)
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah;
4.1. Bisa menambah wawasan khazanah pengetahuan tentang syair maupun isi kandunganya.
4.2.Penelitian ini juga bermanfaat untuk menunjang kontribusi ilmiah dalam menganalisis umsur-unsur syair.
5. Bentuk Penelitian
5.1. Menggunakan deskriptif kualitatif dengan memakai Teori Struturalsime
5.2. Sumber datanya adalah Syarah diwan Umru al-Qais yang ditahkikan oleh Hasan al-Saduli yang dan diterbitkan oleh Dar Ihya al-Ulum Beirut.
6. Karangka Teori (الاطار النظري)
Apa yang diartikan dan dimaksud dengan pengkajian sastra ialah penyelidikan atau penelitian dengan menelaah suatu karya sastra. Dari sejumlah pendekatan sastra yang muncul, pendekatan sastra yang mendasarkan pada telaah struktur boleh disebut sebagai pendekatan yang paling banyak menghasilkan teori. Pendekatan struktur itu sendiri sebenarnya sejak zaman Yunani sudah dikenalkan oleh Aristoteles dengan konsep wholeness, unity, complexty dan choherence. Namun, perkembangan strukturalisme secara pesat barulah pada abad 20.
Menurut hemat penulis sangat menarik menganalisis syair ini melalui pendekatan strukturalisme. Karena Pendekatan ini memandang bahwa keritik sastra harus berpusat pada karya sastra itu sendiri, tanpa memperhatikan sastrawan sebagai pencipta dan pembaca sebagai peenikmat. Kebanyakan penganut aliran Strukturalis secara langsung dan tidak langsung berkiblat pada strukturalisme dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh de Saussure. Adapun dua pengertian kembar dari ilmu linguistik ialah : signifiant-signifie dan paradigma-syntagma. Signifiant berarti yang memberi arti, jadi aspek bentuk dalam tanda atau lambang, signifie berarti yang diartikan, tanda bahasa terdiri atas unsur pemberi arti dan unsur yang diartikan. Dengan mengabungkan dua unsur itu kita dapat mengatakan sesuatu mengenai hal-hal yang terdapat didalam kenyataan. Hubungan antara pemberi arti dan yang diberi arti biasanya dilakukan dengan sewenang-wenang dan menurut konvensi-konvensi, jadi tidak berkembang dari ''alam kodrat'' atau dengan sendirinya.
Meskipun struktur merupakan objek utama, telaah struktur tidak hanya mengkategorikan struktur bahasa bahasa teks secara terpisah. Telaah struktural harus dikaitkan pula dengan fungsi struktur lainnya. Sebagaimana dikemukakan Terry Eagleton bahwa setiap unit dari struktur yang ada hanya akan bermakna jika dikaitkan hubunganya dengan struktur lainnya. Hubungan tersebut bisa merupakan hubungan pararelisme, pertentangan, inversi dan kesetaraan. Yang terpenting adalah bagaimana fungsi hubungan tersebut dalam menghadirkan makna secara keseluruhan. Dengan demikian, keritik sastra struktural adalah keritik objektif yang menekankan aspek Instrinsik karya sastra, dimana yang menentukanya estetikanya tidak estetika bahasa yang digunakan, tetapi juga relasi antar unsur. Unsur-unsur itu dilihat sebagai sebuah artefak (benda seni) yang terdiri dari berbagai unsur. Yang meliputi kebulatan makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter, dan sebagainya. Penelitian yang diberikan dilihat dari sejauhmana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut berdasarkan keharmonisan semua unsur-unsur pembentuknya.
7. Prosedur kerja
Langkah-langkah prosedur kerja yang dilakukan oleh penulis dalam penyusunan tugas ujian tengah semester ini adalah sebagai berikut :
7.1. Mencari data primer
7.2. Menerjemahkan korpus data
7.3. Mencari data untuk landasan teori
7.4. Mengklasifikasi dan Menganalisis data
7.5. Membuat Kesimpulan








BAB II
PEMBAHASAN
1. Biogerafi Umru al-Qais
Nama lengkapnya adalah Umru al-Qais bin Hujr bin Harits bin ‘Amr bin Hujr Akil al-Murar bin ‘Amr bin Harits bin Mu’awiyah bin Ya’rab bin Tsaur bin Murti’ bin Mu’awiyah bin Kindah bin Ufir bin Harits bin Murah bin Udad bin Zaid bin Amr bin Misma’ bin Uraib bin Zaid bin Kahlan bin Saba’ bin Yasjub bin Ya’rab bin Qahthan. Ibunya adalah Fatimah binti Rabi’ah dan Umru al-Qais tumbuh dibumi Najed , Al-Syuyuthi mengatakan makna Umru al-Qais adalah lelaki yang kuat dan disebutkan bahwasanya makna al-Qais adalah merupakan nama dari patung-patung Jahiliyah.
Dia merupakan penyair aristokrat, yaitu penyair yang berasal dari kalangan atas dan keturunan kerajaan, bukan penyair kerajaan yang biasanya menjadikan syair sebagai alat mencari nafkah. Para ahli sastra biasanya hanya bias menyebutkan satu nama untuk kategori ini, yaitu umru al-Qais (500-540). Meskipun kurang representative, Umru al-Qais dapat mewakili satu sisi kehidupan kelompok hadlari. Ia mewakili sisi gelap istana yang serba gemerlap dan hidup bersenang-senang. Umru al-Qais satu-satunya penyair yang berasal dari kalangan istana atau keturunan penguasa, ia seorang pangeran yang tidak sempat menikmati tampuk kepemimpinan, karena kerajaannya terlanjur hancur akibat kelalaiannya.
Sebagai pangeran, Umru al-Qais kecil hidup dilingkungan istana. Masa remajanya ia habiskan untuk bersenang-senang dan berpoya-poya, ia hidup dalam dunia gemelap (dugem), hingga saat ayahnya terbunuh dalam peperangan, Umru al-Qais tidak ada disampingnya. Sejarah mencatat bahwa Umru al-Qais masa remajanya hidup jauh dari kedua orang tuanya, karena di usir ayahnya. Sebagian mengatakan bahwa ayahnya mengusir Umru al-Qais karea ia merayu salah satu istri ayahnya, namun pada intinya ia diusir karena sifatnya yang kurang baik seperti mabuk-mabukan, main-main dengan perempuan, berpuya-poya dan lain sebagainya.
Selama dalam peperangan, penyair ini sring pergi mengembara kesegala penjuru Jazirah Arabia untuk menghabiskan waktunya dengan orang Badui. Orang-orang Badui ini gemar sekali untuk mengikuti Umru al-Qais karena mereka disamping butuh harta Umru al-Qais, juga butuh akan kekuatan Umru al-Qais untuk menghadapi lawan mereka. Sampai pada suatu tempat yang bernama Dammun, disitu Qais mendengar berita duka, kematian ayahnya yang dibunuh oleh Bani Asad karena kediktatorannya.

ضيعني صغيرا, وحملني دمه كبيرا, ولاصحو اليوم ولا سكر غدا, االيوم خمر, وغدا أمر

“ ketika kecil aku disia-siakan bapakku, namun ketika aku besar aku harus menanggung balas dendam atas kematiaanmu. tidak ada kesadaran hari ini dan tidak ada mabuk besok, hari ini khomer besok adalah waktu balas dendam.”

Sejak hari itu Qais bersumpah tidak akan memakan daging dan minum khamerserta tidak menyisir rambut sebelum membunuh 100 orang dari bani asad dan 100 orang yang bersekongkol dengan mereka. Esok harinya dia meminta bantuan pada familinya kabilah taglib dan bakar. Kemudian menyerang bani Asad membunuh sebagian besar dari mereka, ketika Qais menginginkan kemenangan lebih, para sekutunya mulai meninggalkannya. Bani Asad meminta bantuan kisra Anu Sirwan (Raja Persia, sehingga tentara Qais kacau balau. Qais kemudian mencari bantuan kesana kemari, akhirnya minta perlindunagn kepada Samuel Ibn Adi peminpin kabilah Yahudi, dan menitipkan kepadanya harta pusakanya, kemudian mengembara ke-Romawi mencari bantuan. Ketika sampai di Romawi, raja Romawi waktu itu Gustinian tertarik dengan Qais dan ingin menjadikan kaki tangannya dinegeri Arab dan memberinya bantuan. Ketika menyiapakan balatentara Gustinia berubah pikiran, karena ada informasi negative tentang Qais. Justru Gustiani memberi baju perang yang penuh dengan racun, sehingga sampai di Angkara racun ditubuh Qais semakin mengganas sehingga Qais meninggal disana.

2. Puisi Umru al-Qais

مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Langsing, putih, ramping dadanya berkilau bagaikan cermin
تَـصُدُّ وتُبْدِي عَنْ أسِيْلٍ وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـلِ
Ia pun berpaling, menampakan pipinya yang ranum, menghindari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak
وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
وفَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ أسْوَدَ فَاحِــمٍ # أثِيْـثٍ كَقِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــلِ
Rambutnya yang sempurna menghiasi punggungnya, hitam kelam bagaikan buah kurma
غَـدَائِرُهُ مُسْتَشْزِرَاتٌ إلَى العُــلاَ # تَضِلُّ العِقَاصُ فِي مُثَنَّى وَمُرْسَــل
Kepang rambutnya menjulang keatas, terselip madari (sisir hias) saat diurai
وكَشْحٍ لَطِيفٍ كَالجَدِيْلِ مُخَصَّــرٍ # وسَـاقٍ كَأُنْبُوبِ السَّقِيِّ المُذَلَّــلِ
Pinggang yang ramping bagai ikat pinggang yang melilit, betisnya bagaikan bulu tebu yang subur
وتُضْحِي فَتِيْتُ المِسْكِ فَوْقَ فِراشِهَـا # نَئُوْمُ الضَّحَى لَمْ تَنْتَطِقْ عَنْ تَفَضُّـلِ
Terbangun dipagi hari dengn taburan minyak kasturi diatas kasur melewati pagi tanpa arus disibukan dengan baju tidur
وتَعْطُـو بِرَخْصٍ غَيْرَ شَثْنٍ كَأَنَّــهُ # أَسَارِيْعُ ظَبْيٍ أَوْ مَسَاويْكُ إِسْحِـلِ
Menggigit ujung jarinya yang lentik dengan lembut, bagaikan Garis-garis yang terdapat dalam tubuh kijang atau bagaikan pohon siwak
كَبِكْرِ المُقَـانَاةِ البَيَاضَ بِصُفْــرَةٍ # غَـذَاهَا نَمِيْرُ المَاءِ غَيْرُ المُحَلَّــلِ
Bagaikan telor burung yang baru unta menetes putih kemerah-merahan bercampur kuning, dialiri air yang sangat bening
تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ
Menyinari gelapnya malam bagaikan pelita yang bersinar dari tempat peribadahan rahib

3. Arti Mufradat
No Mufradat Makna Arti Mufradat Makna Arti
1 مُهَفْهَفَـة حفيفة اللحم Langsing 13 تُضْحِي تنتبه من نومها فى صخوة Bangun pagi
2 مُفَاضَــةٍ المسترخية البطن Ramping 14 تَعْطُـو بِرَخْصٍ تتناول ببنان لطيف ujung jari lentik
3 مَصْقُولَة مجلوة Sempurna/ berkilau 15 غَيْرَ شَثْن لبس بكز ولاغليظ Lembut
4 كَالسَّجَنْجَــل كالمراة الصافية Cermin 16 إِسْحِـل شجر Pohon
5 تَـصُد تعرض عنا Berpaling 17 بِكْر بيضة النعامة Telor burung
6 تُبْدِي خد Tatapan mata 18 لمُقَـانَاة صفرة و حمرة Kuning & merah
7 وجِـيْد العنق Leher 19 نَمِيْرُ المَاء الصافي Bening
8 الرِّئْمِ الظبي الابيض Rusa putih 20 مَنَـارَةُ سراج الراهب Bersinar
9 فَـرع الشعر التام Rambut 21 المُذَلَّـل المحروث Subur
10 غَـدَائِر الدوائب Kepang 22 فَاحِــمٍ الشديد السواد Hitam kelam
11 مُسْتَشْزِرَات مجدولات مرتفعات Menjulang keatas 23 مُطْفِـل أطفال Beranak
12 كَشْحٍ لَطِيفٍ الخصر النحيل الحسن Pinggang 24 كَقِـنْوِ العذق Rentetan



4. Analisis Unsur-Unsur Struktur

4.1. Ekstrinsik (الخارجية)
4.1.1. Sebab Pembuatan Puisi dan Hubungan dengan Masyarakat (Asbab al-Wurud).
Apabila kita analisis syair umru al-Qais, ia melukiskan kecantiakan dada pujaanya (Unaizah) bagaikan kaca tanpa cacat dan juga keindahan rambutnya terurai bagaikan mayang kurma, dari sini kelihatan Umru al-Qais termasuk aliran romantisme (al-madrasah al-rumantikiyyah) karena ia mengungkapkan perasaan sebagai dasar perwujudan. Untuk mengungkapkan hal tersebut, sastrawan selalu berusaha menggambarkan realitas kehidupan dalam bentuk yang seindah-indahnya dan sehalus-halusnya, sehingga terlihat tanpa cela. Gambaran gadis yang cantik, misalnya, selalu diupayakan sesempurna mungkin, tanpa ada cacat sedikitpun juga. Begitu pula keindahan alam atau mungkin kesedihan biasanya digambarkan sedetail-detailnya sampai tuntas.
Syair-syair yang digubah oleh Umru al-Qais diatas adalah rayuan gombal (Ghazal) yang mengindikasikan ia mengenal dengan baik berbagai karakter perempuan yang berasal dari berbagai suku dan bangsa termasuk Romawi dan Persia. Umru al-Qais yang dianggap sebagai tokoh pelopor syair Arab Jahiliyah yang berasal dari kalangan Istana dan bangsawan, sangat terkenal dengan syair-syair percintaanya. Didalam syair-syairnya, nuansa pencitraan perempuan secara fisik terasa sangat kantal. Untuk itu ia memiliki konsep tersendiri tentang perempuan ideal. Baginya perempuan ideal haruslah seorang yang muhafhafah yang berarti bertubuh langsing dengan kulit perut yang tipis, tidak tebal juga tidak kendor. Selain itu, ia juga harus berkulit putih, memiliki perut yang lembut, dada yang menawan dan tampak bersinar, memiliki pipi yang ranum, berleher jejang rambut hitam mayang mengurai dengan berbagai hiasan.
4.2. Intrinsik (الداخلية)
4.2.1 Bahr
Bahr adalah Ilmu yang mempelajari pola-pola bentuk puisi Arab Klasik adalah Ilmu Aruud. Setiap bait puisi Arab Klasik terdiri dari 2 Syatr ( bagian) yaitu Syatr 1 dan Syatr 2. Syatr 1 disebut Ash-Shadr dan Syatr 2 disebut Al-ajz , dan setiap bait terdiri dari 6 sampai 8 Taf‟iilat. Taf‟iilat adalah potongan- potongan dalam bait puisi Arab Klasik yang bisa berupa gabungan antara kata + sebahagian kata atau gabungan sebahagian kata + kata sesuai pola puisi Arab Klasik.

فاعلاتن متفعلن فاعلاتن فاعلاتن متفعلن فاعلاتن
عجز صدر
خشو ضرب خشو غروض


Kumpulan dari taf‟iilat dalam puisi Arab Klasik disebut dengan Al-Bahr ( Jamak : Al-Buhuur). Ada 16 pola bahr dalam puisi Arab Klasik, namun yang terkenal hanya ada 6,yaitu:
 bahr Al-Waafir
 bahr Al-Kaamil.
 bahr At-Thawiil
 bahr Al-Basiit
 bahr Al-Khafiif
 bahr Al-Mutaaqarib
Berdasarkan penggunaan ilmu al-aruudh, puisi Umru al-Qais ini termasuk ke dalam Bahr al-Thawil, karena terdiri dari 8 taf‟iilat, bentuknya lengkap (taam) dan jenis qaafiyanya Mutawaatir. Al qaafiya menurut Al Khalil didefinisikan sebagi “kumpulan dua huruf al-Saakin (huruf mati) yang berada di akhir bait, yang di tengahnya terdapat huruf al-mutaharrik (huruf hidup), dan sebelum huruf mati yang pertama terdapat huruf yang hidup. (0/0/) Tanda “/” untuk huruf yang berharakat/hidup (al-Mutaharik) sedangkan tanda “0” untuk huruf mati (al-saakin). Dengan analisis sebagai berikut:


مهفهفة بيضاء غير مفاضة

Al-kitab al-‘Arudhiya مفاضتن ئغير تبيضا مهفهف
Al-Isyarah (al-Rumuz) //0//0 //0/ //0/0 //0/0
Al-Taf’ilah مفاعيلن فعول مفاعيلن فعولن

تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Al-kitab al-‘Arudhiya سجنجلن لتنكس همصقو ترائبن
Al-Isyarah (al-Rumuz) //0//0 //0/0 //0/0 //0//0
Al-Taf’ilah مفاعيلن فعول مفاعيلن فعولن

Bentuk pola diatas disebut dengan pola bahr. Jadi hasil analisis bentuk yang penulis lakukan terhadap syair umru al-Qais itu terdapat bahr al-Thawwil
4.2.2. Diksi (Pilihan Bukti)
Puisi ini dianggap sebagai contoh sebagai puisi ghazal umru al-Qais yang bertemakan ghazal yang merupakan campuran dari kehalusan kata-kata dan ungkapan, seperti مهفهفة, غير مفاضةmempunyai arti yang ramping, tipis atau tidak tebal. Penggambaran ini kemudian diperkuat dengan ungkapan yang maknanya sama. Yaitu :
وكَشْحٍ لَطِيفٍ كَالجَدِيْلِ مُخَصَّــر
Pinggang yang ramping bagai ikat pinggang yang melilit.
4.2.3. Imajinasi
Ahmad sl-Syayib mengatakan bahwa Khayal adalah kekuatan jiwa yang dapat membangkitkan rasa, secara mutlak khayal merupakan kelengkapan bagi seorang penulis, penyair, orator, novelis, seniman.
Dari beberapa bait diatas, kita bisa mengatakan umru al-Qais selalu menggunakan kata-kata yang berimajinasi dalam ugungkapnya, seperti yang terdapat pada bait dibawah ini.
تَـصُدُّ وتُبْدِي عَنْ أسِيْلٍ وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـلِ
Ia pun berpaling, menampakan pipinya yang ranum, menghindari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak.
Jadi jelas dari ungkapan yang digaris bawahi ia berimajinasi bahwa tatapan mata dia disamakan dengan tatapan mata sapi setelah beranak.
4.2.4. Tema Puisi
Tema puisi Umru al-Qais adalah tentang Ghazal yang berisi ungkapan si penyair tentang kecantikan perempuan dengan ungkapan yang berlebihan, seperti yang terdapat pada bait syair dibawah ini:

مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Langsing, putih, ramping dadanya berkilau bagaikan cermin.
Mungkin kalo kata orang zaman sekarang ungkapan tersebut termasuk ungkapan/kata gombal yang sering diungkapkan peria yang sedang jatuh cinta kepada wanita yang dicintainya sering mengungkapkan kata-kata yang berimajinasi, berlebihan dalam menggambarkan wanita yang dicintainya. Begitu pula Umru al-Qais terhadap perempuan yang dicintainya sebagaimana yang tergambar dalam bait-bait syair dibawah ini:
وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
وفَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ أسْوَدَ فَاحِــمٍ # أثِيْـثٍ كَقِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــلِ
Rambutnya yang sempurna menghiasi punggungnya, hitam kelam bagaikan buah kurma

تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ
Menyinari gelapnya malam bagaikan pelita yang bersinar dari tempat peribadahan rahib

Jadi, jelas dari ungkapan Umru al-Qais yang tertuang dalam syair-syair diatas adalah bertemakan Ghazal
4.2.5. Emosi
Emosi yaitu perasaan pengarang yang tertuang dalam puisi tersebut, atau keadaan batin yang kuat yang memperlihatkan kegembiraan, kesedihan, kecintaan, keharuan, atau keberanian yang bersifat subjektif. Dari syair tersebut umru al- Qais memperlihatkan ketertarikan atau kecintaannya terhadap perempuan sehingga beliau menyanjung perempuan yang dicintainya. Seperti yang terdapat pada salah satu bait puisi dibawah ini:

وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
4.2.6. Aspek retorika / Balagah
Aspek retorika yang dipakai dalam syair umru al-Qais sebagai berikut :
4.2.6.1. Tasybih
Tasybih menurut bahasa bermakna tamsil, yang artinya penyerupaan atau perumpamaan, sedangkan menurut ahli ilm al-bayan adalah suatu istilah yang didalamnya terdapat pengertian penyerupaan atau perserikataan antara dua perkara (musyabah dan musyabah bih). Tasybih merupakan langkah awal untuk menjelaskan suatu makna dan sarana untuk menjelaskan sifat. Dengan tasybih, maka kita dapat dapat menambah ketingian makna dan kejelasannya serta juga dapat membuat makna tampak lebih indah dan bermutu.
Suatu ungkapan dinamakan tasybih jika memenuhi unsur-unsurnya. Menurut Fadilah al-Syaikh al-‘Alamah al-Lugawiyah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimain sebuah tasybih harus memenuhi unsur-unsur berikut ini.
 Musyabah adalah sesuatu yang hendak diserupakan
 Musyabah bih adalah sesuatu yang diserupai, dan kedua unsur ini disebut Tharafai tasybih
 Wajh al- Syibh adalah sifat khusus yang terdapat pada tharafain
 Adat al-Tasybih adalah huruf atau kata yang digunakan untuk penyerupaan seperti kaf dan kaanna

مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Apabila kita analisis syair diatas dari segi ilm al-Balaghah ini termasuk tasybih/penyerupaan, dalam ilmu bayan tasybih yang disebut adatnya adalah tasybih mursal, dan tasbih yang dibuang wajh sibhnya adalah tasybih adalah tasybih mujmal , secara lengkapnya tasybih tersebut adalah tasybih mursal mujmal karena disebut adatnya dan dibuang wajh sibhnya .

وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
Bait diatas mengandung tasybih sperti :
Musyabbah : جِـيْد
Musyabbah bih: جِيْدِ الرِّئْمِ
Adat Tasybih: ك
Wajh syibh: فَاحِـشٍ
وفَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ أسْوَدَ فَاحِــمٍ # أثِيْـثٍ كَقِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــلِ
Rambutnya yang sempurna menghiasi punggungnya, hitam kelam bagaikan buah kurma
Musyabbah: فَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ
Musyabbah bih: قِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــل
Adat Syibh : ك
وكَشْحٍ لَطِيفٍ كَالجَدِيْلِ مُخَصَّــرٍ # وسَـاقٍ كَأُنْبُوبِ السَّقِيِّ المُذَلَّــلِ
Pinggang yang ramping bagai ikat pinggang yang melilit, betisnya bagaikan bulu tebu yang subur
Musyabbah: سَـاقٍ
Musyabbah bih:أُنْبُوبِ السَّقِيِّ المُذَلَّــل
Adat Syibh: ك
وتَعْطُـو بِرَخْصٍ غَيْرَ شَثْنٍ كَأَنَّــهُ # أَسَارِيْعُ ظَبْيٍ أَوْ مَسَاويْكُ إِسْحِـلِ
Menggigit ujung jarinya yang lentik dengan lembut, bagaikan Garis-garis yang terdapat dalam tubuh kijang atau bagaikan pohon siwak
Musyabbah: وتَعْطُـو بِرَخْصٍ غَيْرَ شَثْنٍ
Musyabbah bih: أَسَارِيْعُ ظَبْيٍ
Adat Syibh: ك

تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ
Menyinari gelapnya malam bagaikan pelita yang bersinar dari tempat peribadahan rahib
Musyabbah: تُضِـيءُ الظَّلام
Musyabbah bih: مَنَـارَةُ
Adat Syibh: ك
Jadi, dari hasil analisi penulis umru al-Qais mengungkapkan suatu ide dengan menggunakan model Tasybih/penyerupaan, namun dari sekian banyak tasybih yang ia gunakan adalah tasybih mursal mujmal karena disebutkan adat tasybih dan dibuang wajh syibh dan Ia selalu menggunakan penyerupaan/tasybihnya selalu memakai adat huruf kaf.
4.2.7. Majaz
Majaz pada garis besarnya ada dua jenis, yaitu majaz lughawi dan aqli. Majaz lughawi adalah majaz yang alaqahnya ditinjau dari aspek bahasa,sedangkan majaz aqli adalah penisbatan suatu kata fi’il (kata kerja ) kepada fa’il yang tidak sebenarnya.
Dari hasil analisis penulis terhadap puisi umru al-Qais, ia mengungkapkan idenya dengan menggunakan majaz isti’arah seperti yang terdapa pada bait berikut:
تَـصُدُّ وتُبْدِي عَنْ أسِيْلٍ وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـلِ
Ia pun berpaling, menampakan pipinya yang ranum, menghindari dari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak
Pada syair diatas kita menemukan ungkapan “وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـل ” (menghindari dari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak). Dari perkataan tersebut. Kita dapat mengetahui bahwa ada penyamaan matanya dengan buasnya mata sapi yang beranak.
Ia menyerupakan tatapan matanya dengan tatapan mata sapi setelah beranak, jika kita telaah kata ini “dari buasnya tatapan mata sapi” merupakan makna majazi, makna yang sebenarnya adalah tatapan matanya umru al-Qais yang diserupakan dengan tatapan matanya sapi. Ungkapan yang seperti ini adalah majaz istia’arah tashrihiyyah karena yang ditegaskannya adalah musta’ar minhu (dari buasnya tatapan mata sapi) sedangkan musta’arnya (tatapan matanya umru al-Qais)dibuang.
4.2.8.. Badi’
Al-muhasanat al-Badi’iyat yang berjenis Tibaq seperti yang terdapat pada bait berikut ini تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ, dalam bait itu terdapat kata (الظَّلامَ) yang berarti gelap dan kata(مَنَـارَةُ) yang berati terang atau bersinar.


BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Bila kita amati dari pembahsan diatas, kita akan sampai pada kesimpulan bahwa Umru al-Qais adalah salah satu pujangga syair al-Mu’allaqat yang berasal dari suku kindah di Yaman. Syair Gazalnya cenderung berlebih-lebihan seperti dalam bait satu sampai sepuluh . Akan tetapi, hal tersebut membuat puisi ini menjadi indah dan hidup. Para pembaca seolah ikut merasakan dan berimajinasi.
Unsur-unsur sastra (puisi) secara garis besar ada dua yaitu unsur ekstrinsik dan intrinsik. Puisinya banyak mengunakan tasybih Dan puisi tadi Terdiri dari 8 taf‟iilat di tiap baitnya, dan dalam ilm al-‘arudh yang seperti ini termasuk dalam Bahr al-Thawil

2. Saran
Penulisan makalah ini belumlah dapat dikatakan sempurna, Oleh karena itu diharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun untuk menyempurnakan analisis syair gazal Umru al-Qais.


DAFTAR PUSTAKA
Abu Sulaim, Anwar dan Muhammad al-Syawabakah ,Diwan Imri al-Qais wa mulhaqatihi bisyarh Abi Said al-Sukri, Emirat: Markaz Zayid Litarats wa al-tarikh,2000
Adonis, al-tsabit wa al-mutahawwil: bahts fi al-ibda wa al-itba ‘inda ‘Arab: Jilid dua (terjemahan), Yogyakarta: LKiS, 2007.
al-Faisal, Abdul Aziz Ibn Muhammad, al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhuhu, Arab Saudi : al-Mamlakatu al-‘Arabiyyah al-Saudiyah wizara al-Ta’lim al-‘Ali.
al-Hasyimi, Ahmad, Jawahirul al-Balagah: fi al-Ma’ani wa al-bayan wa al-Badi’, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,2009.
al-Iskandari, Ahmad dan Musthafa al-Inani, al-Wasit fi al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhihi, Mesir, al-Ma’arif, t.t.
al-Jiyad, Ahmad Hasan, Tarikh al-‘Adab al-‘Arab, (Kairo : Dar Nahdah Misr,tth.
al-Sanduli, Hasan, Syarh diwan imri al-Qais, Beirut: Dar Ihya al-Ulum,1410 H/ 1990 M.
al-Syayib, Ahmad, ushul al-naqd al-‘arabi’, Mesir, Maktabah al-Nahdloh al-Misriyah,1994.
al-Rafi’i , Musthafa Shadiq, Tarikh al-Adab al-‘Arabi, Kairo: maktabah al-Iman.t.t.
al-‘Utsaimain, Muhammad bin Shalih, Durus al-Balagah, Kuwait: Maktabah Ahlu al-Asy, 2004.
Bachmid, Ahmad, Telaah Kritis: Terhadap Karakteristik Sastra Arab Masa Jahiliyah dan Masa Islam, Ciputat : Pustaka Anak Negeri, 2010.
Buana, Cahya, Citra Perempuan dalam Syair Jahiliyah, Yogyakarta: Mocopat Offset, 2010
Fananie, Zainuddin, Telaah Sastra , Surakarta : Muhammadiyah Universitas Press, 2002.
Jarim, Ali dan Musthapa Amin, al-balagah al-wadihah: al-bayan wa al-ma’ani wa al-badi’ Jakarta: Maktabah al-Raudah,2007.
Kamil, Sukron, Teori Keritik Sastra Arab : Kelasik dan Modern, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2012.
Lesmana, Maman , Kritik Sastra Arab dan Islam, (Depok:Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010.
luxemburg , Jan van dkk , Pengantar Ilmu Sastra(terjemahan). Jakarta: PT Gramedia,1986
Muzakki, Akhmad, Kesusastraan Arab : Pengantar Teori dan Terapan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2006

Pradotokusumo, Partini Sardjono, Pengkajian Sastra, Jakarta: PT Gramedia, 2008.
Pradopo, Rahmat Djoko, Prinsif-Prinsif Kritik Sastra, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2003.
Pusposaputro, Sarwono ,Kamus Peribahasa, Jakarta : Gramedia, 1994.
Rauf , Fathurrahman, Syair-Syair Cinta Rasul, Jakarta : Puspita Press, 2009.
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan,Jakarta : Gramedia 1991.
Umam, Khatibul, al-muyasar fi ‘ilmi al-‘arudh, Jakarta: Hikmah Syahid, 1992.
Wargadinata , Wildana dan Laily Fitriani, Sastra Arab dan Lintas Budaya (Malang; UIN Malang Press,2008
Zaenuddin, Mamat dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balagah, Bandung; PT Refika Aditama,2007
Wardani , Yani’ah dan Cahya Buana, Pengaruh Unsur Ekstrinsik Terhadap Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia, Tangerang: TransPustaka,2013

1 komentar :

Blogger mengatakan...

Do you understand there's a 12 word phrase you can communicate to your partner... that will trigger intense feelings of love and impulsive attractiveness to you buried inside his heart?

That's because hidden in these 12 words is a "secret signal" that fuels a man's impulse to love, idolize and care for you with his entire heart...

=====> 12 Words Will Trigger A Man's Desire Impulse

This impulse is so built-in to a man's mind that it will drive him to work better than ever before to do his best at looking after your relationship.

In fact, fueling this influential impulse is absolutely essential to achieving the best possible relationship with your man that the instance you send your man a "Secret Signal"...

...You'll immediately find him expose his mind and soul to you in a way he haven't expressed before and he'll distinguish you as the one and only woman in the world who has ever truly appealed to him.

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com