This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 14 Maret 2022

Analisis Syair Arab

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah (خلفية المشكلة)
Walaupun pada masa lalu kita mengenal sastra berdasarkan penuturan dari mulut kemulut, ketika kita berbicara masalah sastra, itu tidak lepas dari kajian teks. Sastra sering diidentikan dengan teks, Tentu saja terdapat perbedaan antara teks sastra dengan teks yang lain, walaupun perbedaan tersebut bersifat elastis. Sastra adalah bagian dari seni yang indah yang menggambarkan kehidupan dan peristiwa yang terdapat dalam kehidupan, seperti bahagia, kesedihan dan lain sebagainya. Sastra juga merupakan sebagai cermin kehidupan manusia, maju mundurnya peradaban suatu bangsa akan tampak pada karya sastra yang dilahirkannya dan mampu menjadi refleksi kehidupan sosial, politik, ekonomi hingga ideologi suatu bangsa.

Perkataan sastra dalam bahasa Arab termasuk salah satu kata hidup dan berkembang artinya sesuai dengan perkembangan bangsa Arab dan proses peralihannya dari masa kegelapan, yaitu masa kehidupan sebagai bangsa yang nomad kepada periode kehidupan pemegang peradaban. Pada masa Jahiliyah kata adab itu maknanya adalah mengajak makan kata ini sudah jarang digunakan, kecuali kata ma’dubah, dari akar kata yang sama, yang berarti jamuan atau hidangan. Agaknya, makna adab dalam arti mengajak makan ini dilihat bangsa Arab sebagai representasi akhlak baik, sebuah sikap yang menjadi tradisi Ibrahim sebagai nenek mmoyang bangsa Arab Adnaniyyah atau musta’ribah yang melahirkan suku Quraisy, suku Nabi Muhammad.

Kata Adab berkembang sesuai dengan perkembangannya kata adab dipahami sebagai ta’lim (pengajaran) dan kata muadib sama artinya dengan kata mu’alim (guru). Maka syair, kisah, berita, nasab (biogerafi) dan apa saja yang disampaikan oleh seorang guru kepada muridnya dengan tujuan mendidik dan memberi bekal ilmu pengetahuan kepada anak, itu adalah adab. Dalam pengertian sastra Adab terbagi kepada dua bagian besar: al-adab al-wasfi dan al-adab al-insyai. Yang pertama sering disebut juga dengan al-ulum al-adabiyyah, yang terdiri dari sejarah sastra, keritik sastra, dan teori sastra. Sedangkan yang kedua yaitu ekspresi bahasa yang indah dalam bentuk puisis, prosa, dan drama.

Ada beberapa manfaat karya sastra adalah sebagai berikut: Pertama karya sastra besar memberi kesadaran kepada pembacanya tentang kebenaran-kebenaran hidup ini. Kedua karya sastra memberikan kegembiraan dan kepuasan batin yang menghibur. Ketiga, karya sastra besar itu abadi. Keempat, karya sastra besar ini tidak mengenal batas kebangsaan. Kelima, karya sastra besar adalah karya seni: indah dan memenuhi kebutuhan manusia terhadap naluri keindahannya. Keenam, karya sastra besar dapat memberikan penghayatan yang mendalam terhadap apa yang kita ketauhi. Pengetahuan yang kita peroleh bersifat penalaran, tetapi pengetahuan itu dapat hidup dalam sastra, Terakhir manfaat ketujuh adalah membaca karya sastra besar juga menolong pembacanya menjadi manusia yang berbudaya. Demikianlah manfaat sastra besar. Oleh sebab itu penulis memilih syair Umru al-Qaiys sebagai pembahasan yang akan dianalisis dalam tugas UTS ini.
Islam memandang sastra sebagian dari seni, ia akan menimbulkan keindahan dan keistimewaan tersendiri bila diungkapkan. Bahkan efek yang ditimbulkannya terhadap jiwa manusia sangat besar. Karena ia berpengaruh pada moralitas dan spiritualitas seseorang, begitu ungkap al-Ghazali. Menurut hemat penulis karya sastra yang paling tinggi nilai estetikanya adalah puisi, karena puisi itu bentuk kesusastraan yang paling tua, karya besar didunia yang bersifat monumental ditulis dalam bentuk puisi, puisi merupakan karya sastra yang sangat urgen dan besar pengaruhnya terhadap sikap, tindak, dan kehidupan manusia . bagi orang-orang Arab puisi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan merupakan catatan kehidupan. puisi yang sejati adalah puisi yang kata-katanya sesuai dengan makna asalnya. Chatibul Umam dalam bukunya mendefinisikan puisi sebagai perkataan yang memiliki wazan dan tujuan dengan menggunakan pola Arab. Sedangkan Ahmad Jiyad mengatakan dalam bukunya, bahwa syair adalah suatu kalam yang berwazan, berqafiya, dan ungkapan imajinasi yang mendalam
Syair dalam tradisi dan budaya Arab Jahiliyah, selain sebagai karya sastra juga sebagai fakta sejarah yang tidak terbantahkan, sebab syair bagi bangsa Arab bukan semata-mata sebagai media untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran, lebih dari itu syair adalah kebanggaan dan identitas mereka selama beradab-abad lamanya, sehingga tidak salah bila ada yang menyatakan bahwa bangsa Arab Jahiliyah tidak memilki seni dan budaya apapun selain dari syair. Syair-sebagaimana dinyatakan oleh Umar bin Khatthab-adalah pengetahuan bangsa Arab dan tidak ada ilmu lain selain syair yang melebihi kebenarannya. Maka syair selain sebagai karya sastra, bagi masyarakat Arab Jahiliyah adalah refresentasi dari pola fikir, sikap sejarah dan realitas kehidupan.

Syair sebagai bentuk dari karya sastra yang fasih yang berwazan dan berqafiyah yang secara umum diungkapkan dalam bentuk Imajinatif yang indah. Syair memiliki unsur-unsur yang lebih lengkap dibandingkan dengan prosa, kelengkapan itu seperti pada pemilihan kata (diksi), penggunaan kata kiasan, kombinasi kata, irama, kedalaman makna dan gaya bahasa. Namun dalam menganalisis Ahmad al-syayib mengatakan bahwa unsur sastra adalah emosi/perasaan (العاطفة), imajinasi (الخيال), gagasan (الفكرة), dan bentuk (الصورة).
Tak ada api tanpa asap. Tentu kita sering mendengar peribahasa ini, peribahasa ini berarti sesuatu hal terjadi tentu ada sebabnya. Demikian pula pilihan penulis terhadap Syair Umru al-Qaiys, terkumpul dalam Syarah diwan Umru al-Qais yang ditahkikan oleh Hasan al-Sanduli. sebagaimana telah penulis singgung bahwa dalam kitab diwan Umru al-Qais tersebut terdapat syair-syair yang bernilai estetika tinggi, sehingga penulis terdorong untuk menelitinya. Dan Umru al-Qais dikenal sebgai penyair mu’alaqat, sebagaimana dikatakan oleh musthafa shadiq al-Rafi’i ada tujuh penyair mua’laqat yaitu Umru al-Qais, Tharafah, Zuhair bin Abi Salma, Labid, Amr bin Kultsum, Antarah dan Harits ibn Hilza, semuannya penyair Jahiliyah kecuali Labid yang hidup dua masa. Umru al-Qais salah satu penyair Jahiliyah yang paling besar, kata-katanya fasih puisinya berupa potongan-potongan susunannya rapih dan indah, puisi ghazalnya memiliki ciri arti yang jelas, ungkapan perasaan dan pujian yang berlebih-lebihan terhadap para perempuan. Seperti dalam syair berikut:
مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Langsing, putih, ramping dadanya berkilau bagaikan cermin
syair diatas dari segi ilm al-‘Arudh bait syair tersebut termasuk bahr al-thawwil, dan dari segi ilm al-Balaghah ini termasuk tasybih/penyerupaan, dalam ilmu bayan tasybih yang disebut adatnya adalah tasybih mursal, dan tasbih yang dibuang wajh sibhnya adalah tasybih adalah tasybih mujmal, secara lengkapnya tasybih tersebut adalah tasybih mursal mujmal karena disebut adatnya dan dibuang wajh sibhnya.
Bait syair diatas mengisyaratkan bahwa umru al-Qais selalu menggambarkan perempuan dengan berlebihan, gombal kata orang sekarang. Akan tetapi lebih dari itu umru al-Qais dalam puisinya ingin mengatakan bahwa penggabaran seperti itu sesuatu yang wajar dan wajar bagi seorang lelaki yang sedang jatuh cinta. Sehingga menarik sekali untuk dteliti lebih mendalam, mengingat syair-syair umru al-Qais bernilai estetika tinggi, sehinnga banyak penyerupaan dalam syairnya.
2. Rumusan Masalah (تحديد المشكلة)
Perumusan yang dapat diambil dari latar belakang terkait penelitian syair dalam kitab diwan Umru al-Qais, supaya lebih terarah penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut :
2.1. Bagaimana unsur struktur dalam syair Umru al-Qais.?
2.2. Apa isi kandungan syair tersebut.?
3. Tujuan Penelitian (أهداف البحث )
3.1. Untuk mengetahui Unsur Syair-Syair ghazal Umru al-Qais,
3.2 Untuk mengungkap Nilai-Nilai yang terkandung dalam syair tersebut.
3.3 . Untuk menyelesaikan tugas UTS.
4. Manfaat Penelitian (أهمية البحث)
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah;
4.1. Bisa menambah wawasan khazanah pengetahuan tentang syair maupun isi kandunganya.
4.2.Penelitian ini juga bermanfaat untuk menunjang kontribusi ilmiah dalam menganalisis umsur-unsur syair.
5. Bentuk Penelitian
5.1. Menggunakan deskriptif kualitatif dengan memakai Teori Struturalsime
5.2. Sumber datanya adalah Syarah diwan Umru al-Qais yang ditahkikan oleh Hasan al-Saduli yang dan diterbitkan oleh Dar Ihya al-Ulum Beirut.
6. Karangka Teori (الاطار النظري)
Apa yang diartikan dan dimaksud dengan pengkajian sastra ialah penyelidikan atau penelitian dengan menelaah suatu karya sastra. Dari sejumlah pendekatan sastra yang muncul, pendekatan sastra yang mendasarkan pada telaah struktur boleh disebut sebagai pendekatan yang paling banyak menghasilkan teori. Pendekatan struktur itu sendiri sebenarnya sejak zaman Yunani sudah dikenalkan oleh Aristoteles dengan konsep wholeness, unity, complexty dan choherence. Namun, perkembangan strukturalisme secara pesat barulah pada abad 20.
Menurut hemat penulis sangat menarik menganalisis syair ini melalui pendekatan strukturalisme. Karena Pendekatan ini memandang bahwa keritik sastra harus berpusat pada karya sastra itu sendiri, tanpa memperhatikan sastrawan sebagai pencipta dan pembaca sebagai peenikmat. Kebanyakan penganut aliran Strukturalis secara langsung dan tidak langsung berkiblat pada strukturalisme dalam ilmu bahasa yang dirintis oleh de Saussure. Adapun dua pengertian kembar dari ilmu linguistik ialah : signifiant-signifie dan paradigma-syntagma. Signifiant berarti yang memberi arti, jadi aspek bentuk dalam tanda atau lambang, signifie berarti yang diartikan, tanda bahasa terdiri atas unsur pemberi arti dan unsur yang diartikan. Dengan mengabungkan dua unsur itu kita dapat mengatakan sesuatu mengenai hal-hal yang terdapat didalam kenyataan. Hubungan antara pemberi arti dan yang diberi arti biasanya dilakukan dengan sewenang-wenang dan menurut konvensi-konvensi, jadi tidak berkembang dari ''alam kodrat'' atau dengan sendirinya.
Meskipun struktur merupakan objek utama, telaah struktur tidak hanya mengkategorikan struktur bahasa bahasa teks secara terpisah. Telaah struktural harus dikaitkan pula dengan fungsi struktur lainnya. Sebagaimana dikemukakan Terry Eagleton bahwa setiap unit dari struktur yang ada hanya akan bermakna jika dikaitkan hubunganya dengan struktur lainnya. Hubungan tersebut bisa merupakan hubungan pararelisme, pertentangan, inversi dan kesetaraan. Yang terpenting adalah bagaimana fungsi hubungan tersebut dalam menghadirkan makna secara keseluruhan. Dengan demikian, keritik sastra struktural adalah keritik objektif yang menekankan aspek Instrinsik karya sastra, dimana yang menentukanya estetikanya tidak estetika bahasa yang digunakan, tetapi juga relasi antar unsur. Unsur-unsur itu dilihat sebagai sebuah artefak (benda seni) yang terdiri dari berbagai unsur. Yang meliputi kebulatan makna, diksi, rima, struktur kalimat, tema, plot, setting, karakter, dan sebagainya. Penelitian yang diberikan dilihat dari sejauhmana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut berdasarkan keharmonisan semua unsur-unsur pembentuknya.
7. Prosedur kerja
Langkah-langkah prosedur kerja yang dilakukan oleh penulis dalam penyusunan tugas ujian tengah semester ini adalah sebagai berikut :
7.1. Mencari data primer
7.2. Menerjemahkan korpus data
7.3. Mencari data untuk landasan teori
7.4. Mengklasifikasi dan Menganalisis data
7.5. Membuat Kesimpulan








BAB II
PEMBAHASAN
1. Biogerafi Umru al-Qais
Nama lengkapnya adalah Umru al-Qais bin Hujr bin Harits bin ‘Amr bin Hujr Akil al-Murar bin ‘Amr bin Harits bin Mu’awiyah bin Ya’rab bin Tsaur bin Murti’ bin Mu’awiyah bin Kindah bin Ufir bin Harits bin Murah bin Udad bin Zaid bin Amr bin Misma’ bin Uraib bin Zaid bin Kahlan bin Saba’ bin Yasjub bin Ya’rab bin Qahthan. Ibunya adalah Fatimah binti Rabi’ah dan Umru al-Qais tumbuh dibumi Najed , Al-Syuyuthi mengatakan makna Umru al-Qais adalah lelaki yang kuat dan disebutkan bahwasanya makna al-Qais adalah merupakan nama dari patung-patung Jahiliyah.
Dia merupakan penyair aristokrat, yaitu penyair yang berasal dari kalangan atas dan keturunan kerajaan, bukan penyair kerajaan yang biasanya menjadikan syair sebagai alat mencari nafkah. Para ahli sastra biasanya hanya bias menyebutkan satu nama untuk kategori ini, yaitu umru al-Qais (500-540). Meskipun kurang representative, Umru al-Qais dapat mewakili satu sisi kehidupan kelompok hadlari. Ia mewakili sisi gelap istana yang serba gemerlap dan hidup bersenang-senang. Umru al-Qais satu-satunya penyair yang berasal dari kalangan istana atau keturunan penguasa, ia seorang pangeran yang tidak sempat menikmati tampuk kepemimpinan, karena kerajaannya terlanjur hancur akibat kelalaiannya.
Sebagai pangeran, Umru al-Qais kecil hidup dilingkungan istana. Masa remajanya ia habiskan untuk bersenang-senang dan berpoya-poya, ia hidup dalam dunia gemelap (dugem), hingga saat ayahnya terbunuh dalam peperangan, Umru al-Qais tidak ada disampingnya. Sejarah mencatat bahwa Umru al-Qais masa remajanya hidup jauh dari kedua orang tuanya, karena di usir ayahnya. Sebagian mengatakan bahwa ayahnya mengusir Umru al-Qais karea ia merayu salah satu istri ayahnya, namun pada intinya ia diusir karena sifatnya yang kurang baik seperti mabuk-mabukan, main-main dengan perempuan, berpuya-poya dan lain sebagainya.
Selama dalam peperangan, penyair ini sring pergi mengembara kesegala penjuru Jazirah Arabia untuk menghabiskan waktunya dengan orang Badui. Orang-orang Badui ini gemar sekali untuk mengikuti Umru al-Qais karena mereka disamping butuh harta Umru al-Qais, juga butuh akan kekuatan Umru al-Qais untuk menghadapi lawan mereka. Sampai pada suatu tempat yang bernama Dammun, disitu Qais mendengar berita duka, kematian ayahnya yang dibunuh oleh Bani Asad karena kediktatorannya.

ضيعني صغيرا, وحملني دمه كبيرا, ولاصحو اليوم ولا سكر غدا, االيوم خمر, وغدا أمر

“ ketika kecil aku disia-siakan bapakku, namun ketika aku besar aku harus menanggung balas dendam atas kematiaanmu. tidak ada kesadaran hari ini dan tidak ada mabuk besok, hari ini khomer besok adalah waktu balas dendam.”

Sejak hari itu Qais bersumpah tidak akan memakan daging dan minum khamerserta tidak menyisir rambut sebelum membunuh 100 orang dari bani asad dan 100 orang yang bersekongkol dengan mereka. Esok harinya dia meminta bantuan pada familinya kabilah taglib dan bakar. Kemudian menyerang bani Asad membunuh sebagian besar dari mereka, ketika Qais menginginkan kemenangan lebih, para sekutunya mulai meninggalkannya. Bani Asad meminta bantuan kisra Anu Sirwan (Raja Persia, sehingga tentara Qais kacau balau. Qais kemudian mencari bantuan kesana kemari, akhirnya minta perlindunagn kepada Samuel Ibn Adi peminpin kabilah Yahudi, dan menitipkan kepadanya harta pusakanya, kemudian mengembara ke-Romawi mencari bantuan. Ketika sampai di Romawi, raja Romawi waktu itu Gustinian tertarik dengan Qais dan ingin menjadikan kaki tangannya dinegeri Arab dan memberinya bantuan. Ketika menyiapakan balatentara Gustinia berubah pikiran, karena ada informasi negative tentang Qais. Justru Gustiani memberi baju perang yang penuh dengan racun, sehingga sampai di Angkara racun ditubuh Qais semakin mengganas sehingga Qais meninggal disana.

2. Puisi Umru al-Qais

مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Langsing, putih, ramping dadanya berkilau bagaikan cermin
تَـصُدُّ وتُبْدِي عَنْ أسِيْلٍ وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـلِ
Ia pun berpaling, menampakan pipinya yang ranum, menghindari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak
وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
وفَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ أسْوَدَ فَاحِــمٍ # أثِيْـثٍ كَقِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــلِ
Rambutnya yang sempurna menghiasi punggungnya, hitam kelam bagaikan buah kurma
غَـدَائِرُهُ مُسْتَشْزِرَاتٌ إلَى العُــلاَ # تَضِلُّ العِقَاصُ فِي مُثَنَّى وَمُرْسَــل
Kepang rambutnya menjulang keatas, terselip madari (sisir hias) saat diurai
وكَشْحٍ لَطِيفٍ كَالجَدِيْلِ مُخَصَّــرٍ # وسَـاقٍ كَأُنْبُوبِ السَّقِيِّ المُذَلَّــلِ
Pinggang yang ramping bagai ikat pinggang yang melilit, betisnya bagaikan bulu tebu yang subur
وتُضْحِي فَتِيْتُ المِسْكِ فَوْقَ فِراشِهَـا # نَئُوْمُ الضَّحَى لَمْ تَنْتَطِقْ عَنْ تَفَضُّـلِ
Terbangun dipagi hari dengn taburan minyak kasturi diatas kasur melewati pagi tanpa arus disibukan dengan baju tidur
وتَعْطُـو بِرَخْصٍ غَيْرَ شَثْنٍ كَأَنَّــهُ # أَسَارِيْعُ ظَبْيٍ أَوْ مَسَاويْكُ إِسْحِـلِ
Menggigit ujung jarinya yang lentik dengan lembut, bagaikan Garis-garis yang terdapat dalam tubuh kijang atau bagaikan pohon siwak
كَبِكْرِ المُقَـانَاةِ البَيَاضَ بِصُفْــرَةٍ # غَـذَاهَا نَمِيْرُ المَاءِ غَيْرُ المُحَلَّــلِ
Bagaikan telor burung yang baru unta menetes putih kemerah-merahan bercampur kuning, dialiri air yang sangat bening
تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ
Menyinari gelapnya malam bagaikan pelita yang bersinar dari tempat peribadahan rahib

3. Arti Mufradat
No Mufradat Makna Arti Mufradat Makna Arti
1 مُهَفْهَفَـة حفيفة اللحم Langsing 13 تُضْحِي تنتبه من نومها فى صخوة Bangun pagi
2 مُفَاضَــةٍ المسترخية البطن Ramping 14 تَعْطُـو بِرَخْصٍ تتناول ببنان لطيف ujung jari lentik
3 مَصْقُولَة مجلوة Sempurna/ berkilau 15 غَيْرَ شَثْن لبس بكز ولاغليظ Lembut
4 كَالسَّجَنْجَــل كالمراة الصافية Cermin 16 إِسْحِـل شجر Pohon
5 تَـصُد تعرض عنا Berpaling 17 بِكْر بيضة النعامة Telor burung
6 تُبْدِي خد Tatapan mata 18 لمُقَـانَاة صفرة و حمرة Kuning & merah
7 وجِـيْد العنق Leher 19 نَمِيْرُ المَاء الصافي Bening
8 الرِّئْمِ الظبي الابيض Rusa putih 20 مَنَـارَةُ سراج الراهب Bersinar
9 فَـرع الشعر التام Rambut 21 المُذَلَّـل المحروث Subur
10 غَـدَائِر الدوائب Kepang 22 فَاحِــمٍ الشديد السواد Hitam kelam
11 مُسْتَشْزِرَات مجدولات مرتفعات Menjulang keatas 23 مُطْفِـل أطفال Beranak
12 كَشْحٍ لَطِيفٍ الخصر النحيل الحسن Pinggang 24 كَقِـنْوِ العذق Rentetan



4. Analisis Unsur-Unsur Struktur

4.1. Ekstrinsik (الخارجية)
4.1.1. Sebab Pembuatan Puisi dan Hubungan dengan Masyarakat (Asbab al-Wurud).
Apabila kita analisis syair umru al-Qais, ia melukiskan kecantiakan dada pujaanya (Unaizah) bagaikan kaca tanpa cacat dan juga keindahan rambutnya terurai bagaikan mayang kurma, dari sini kelihatan Umru al-Qais termasuk aliran romantisme (al-madrasah al-rumantikiyyah) karena ia mengungkapkan perasaan sebagai dasar perwujudan. Untuk mengungkapkan hal tersebut, sastrawan selalu berusaha menggambarkan realitas kehidupan dalam bentuk yang seindah-indahnya dan sehalus-halusnya, sehingga terlihat tanpa cela. Gambaran gadis yang cantik, misalnya, selalu diupayakan sesempurna mungkin, tanpa ada cacat sedikitpun juga. Begitu pula keindahan alam atau mungkin kesedihan biasanya digambarkan sedetail-detailnya sampai tuntas.
Syair-syair yang digubah oleh Umru al-Qais diatas adalah rayuan gombal (Ghazal) yang mengindikasikan ia mengenal dengan baik berbagai karakter perempuan yang berasal dari berbagai suku dan bangsa termasuk Romawi dan Persia. Umru al-Qais yang dianggap sebagai tokoh pelopor syair Arab Jahiliyah yang berasal dari kalangan Istana dan bangsawan, sangat terkenal dengan syair-syair percintaanya. Didalam syair-syairnya, nuansa pencitraan perempuan secara fisik terasa sangat kantal. Untuk itu ia memiliki konsep tersendiri tentang perempuan ideal. Baginya perempuan ideal haruslah seorang yang muhafhafah yang berarti bertubuh langsing dengan kulit perut yang tipis, tidak tebal juga tidak kendor. Selain itu, ia juga harus berkulit putih, memiliki perut yang lembut, dada yang menawan dan tampak bersinar, memiliki pipi yang ranum, berleher jejang rambut hitam mayang mengurai dengan berbagai hiasan.
4.2. Intrinsik (الداخلية)
4.2.1 Bahr
Bahr adalah Ilmu yang mempelajari pola-pola bentuk puisi Arab Klasik adalah Ilmu Aruud. Setiap bait puisi Arab Klasik terdiri dari 2 Syatr ( bagian) yaitu Syatr 1 dan Syatr 2. Syatr 1 disebut Ash-Shadr dan Syatr 2 disebut Al-ajz , dan setiap bait terdiri dari 6 sampai 8 Taf‟iilat. Taf‟iilat adalah potongan- potongan dalam bait puisi Arab Klasik yang bisa berupa gabungan antara kata + sebahagian kata atau gabungan sebahagian kata + kata sesuai pola puisi Arab Klasik.

فاعلاتن متفعلن فاعلاتن فاعلاتن متفعلن فاعلاتن
عجز صدر
خشو ضرب خشو غروض


Kumpulan dari taf‟iilat dalam puisi Arab Klasik disebut dengan Al-Bahr ( Jamak : Al-Buhuur). Ada 16 pola bahr dalam puisi Arab Klasik, namun yang terkenal hanya ada 6,yaitu:
 bahr Al-Waafir
 bahr Al-Kaamil.
 bahr At-Thawiil
 bahr Al-Basiit
 bahr Al-Khafiif
 bahr Al-Mutaaqarib
Berdasarkan penggunaan ilmu al-aruudh, puisi Umru al-Qais ini termasuk ke dalam Bahr al-Thawil, karena terdiri dari 8 taf‟iilat, bentuknya lengkap (taam) dan jenis qaafiyanya Mutawaatir. Al qaafiya menurut Al Khalil didefinisikan sebagi “kumpulan dua huruf al-Saakin (huruf mati) yang berada di akhir bait, yang di tengahnya terdapat huruf al-mutaharrik (huruf hidup), dan sebelum huruf mati yang pertama terdapat huruf yang hidup. (0/0/) Tanda “/” untuk huruf yang berharakat/hidup (al-Mutaharik) sedangkan tanda “0” untuk huruf mati (al-saakin). Dengan analisis sebagai berikut:


مهفهفة بيضاء غير مفاضة

Al-kitab al-‘Arudhiya مفاضتن ئغير تبيضا مهفهف
Al-Isyarah (al-Rumuz) //0//0 //0/ //0/0 //0/0
Al-Taf’ilah مفاعيلن فعول مفاعيلن فعولن

تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Al-kitab al-‘Arudhiya سجنجلن لتنكس همصقو ترائبن
Al-Isyarah (al-Rumuz) //0//0 //0/0 //0/0 //0//0
Al-Taf’ilah مفاعيلن فعول مفاعيلن فعولن

Bentuk pola diatas disebut dengan pola bahr. Jadi hasil analisis bentuk yang penulis lakukan terhadap syair umru al-Qais itu terdapat bahr al-Thawwil
4.2.2. Diksi (Pilihan Bukti)
Puisi ini dianggap sebagai contoh sebagai puisi ghazal umru al-Qais yang bertemakan ghazal yang merupakan campuran dari kehalusan kata-kata dan ungkapan, seperti مهفهفة, غير مفاضةmempunyai arti yang ramping, tipis atau tidak tebal. Penggambaran ini kemudian diperkuat dengan ungkapan yang maknanya sama. Yaitu :
وكَشْحٍ لَطِيفٍ كَالجَدِيْلِ مُخَصَّــر
Pinggang yang ramping bagai ikat pinggang yang melilit.
4.2.3. Imajinasi
Ahmad sl-Syayib mengatakan bahwa Khayal adalah kekuatan jiwa yang dapat membangkitkan rasa, secara mutlak khayal merupakan kelengkapan bagi seorang penulis, penyair, orator, novelis, seniman.
Dari beberapa bait diatas, kita bisa mengatakan umru al-Qais selalu menggunakan kata-kata yang berimajinasi dalam ugungkapnya, seperti yang terdapat pada bait dibawah ini.
تَـصُدُّ وتُبْدِي عَنْ أسِيْلٍ وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـلِ
Ia pun berpaling, menampakan pipinya yang ranum, menghindari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak.
Jadi jelas dari ungkapan yang digaris bawahi ia berimajinasi bahwa tatapan mata dia disamakan dengan tatapan mata sapi setelah beranak.
4.2.4. Tema Puisi
Tema puisi Umru al-Qais adalah tentang Ghazal yang berisi ungkapan si penyair tentang kecantikan perempuan dengan ungkapan yang berlebihan, seperti yang terdapat pada bait syair dibawah ini:

مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Langsing, putih, ramping dadanya berkilau bagaikan cermin.
Mungkin kalo kata orang zaman sekarang ungkapan tersebut termasuk ungkapan/kata gombal yang sering diungkapkan peria yang sedang jatuh cinta kepada wanita yang dicintainya sering mengungkapkan kata-kata yang berimajinasi, berlebihan dalam menggambarkan wanita yang dicintainya. Begitu pula Umru al-Qais terhadap perempuan yang dicintainya sebagaimana yang tergambar dalam bait-bait syair dibawah ini:
وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
وفَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ أسْوَدَ فَاحِــمٍ # أثِيْـثٍ كَقِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــلِ
Rambutnya yang sempurna menghiasi punggungnya, hitam kelam bagaikan buah kurma

تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ
Menyinari gelapnya malam bagaikan pelita yang bersinar dari tempat peribadahan rahib

Jadi, jelas dari ungkapan Umru al-Qais yang tertuang dalam syair-syair diatas adalah bertemakan Ghazal
4.2.5. Emosi
Emosi yaitu perasaan pengarang yang tertuang dalam puisi tersebut, atau keadaan batin yang kuat yang memperlihatkan kegembiraan, kesedihan, kecintaan, keharuan, atau keberanian yang bersifat subjektif. Dari syair tersebut umru al- Qais memperlihatkan ketertarikan atau kecintaannya terhadap perempuan sehingga beliau menyanjung perempuan yang dicintainya. Seperti yang terdapat pada salah satu bait puisi dibawah ini:

وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
4.2.6. Aspek retorika / Balagah
Aspek retorika yang dipakai dalam syair umru al-Qais sebagai berikut :
4.2.6.1. Tasybih
Tasybih menurut bahasa bermakna tamsil, yang artinya penyerupaan atau perumpamaan, sedangkan menurut ahli ilm al-bayan adalah suatu istilah yang didalamnya terdapat pengertian penyerupaan atau perserikataan antara dua perkara (musyabah dan musyabah bih). Tasybih merupakan langkah awal untuk menjelaskan suatu makna dan sarana untuk menjelaskan sifat. Dengan tasybih, maka kita dapat dapat menambah ketingian makna dan kejelasannya serta juga dapat membuat makna tampak lebih indah dan bermutu.
Suatu ungkapan dinamakan tasybih jika memenuhi unsur-unsurnya. Menurut Fadilah al-Syaikh al-‘Alamah al-Lugawiyah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimain sebuah tasybih harus memenuhi unsur-unsur berikut ini.
 Musyabah adalah sesuatu yang hendak diserupakan
 Musyabah bih adalah sesuatu yang diserupai, dan kedua unsur ini disebut Tharafai tasybih
 Wajh al- Syibh adalah sifat khusus yang terdapat pada tharafain
 Adat al-Tasybih adalah huruf atau kata yang digunakan untuk penyerupaan seperti kaf dan kaanna

مُهَفْهَفَـةٌ بَيْضَـاءُ غَيْرُ مُفَاضَــةٍ # تَرَائِبُهَـا مَصْقُولَةٌ كَالسَّجَنْجَــل
Apabila kita analisis syair diatas dari segi ilm al-Balaghah ini termasuk tasybih/penyerupaan, dalam ilmu bayan tasybih yang disebut adatnya adalah tasybih mursal, dan tasbih yang dibuang wajh sibhnya adalah tasybih adalah tasybih mujmal , secara lengkapnya tasybih tersebut adalah tasybih mursal mujmal karena disebut adatnya dan dibuang wajh sibhnya .

وجِـيْدٍ كَجِيْدِ الرِّئْمِ لَيْسَ بِفَاحِـشٍ# إِذَا هِـيَ نَصَّتْـهُ وَلاَ بِمُعَطَّــلِ
Lehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, saat ia biarkan terbuka dengan perhiasaan yang menghiasinya
Bait diatas mengandung tasybih sperti :
Musyabbah : جِـيْد
Musyabbah bih: جِيْدِ الرِّئْمِ
Adat Tasybih: ك
Wajh syibh: فَاحِـشٍ
وفَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ أسْوَدَ فَاحِــمٍ # أثِيْـثٍ كَقِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــلِ
Rambutnya yang sempurna menghiasi punggungnya, hitam kelam bagaikan buah kurma
Musyabbah: فَـرْعٍ يَزِيْنُ المَتْنَ
Musyabbah bih: قِـنْوِ النَّخْلَةِ المُتَعَثْكِــل
Adat Syibh : ك
وكَشْحٍ لَطِيفٍ كَالجَدِيْلِ مُخَصَّــرٍ # وسَـاقٍ كَأُنْبُوبِ السَّقِيِّ المُذَلَّــلِ
Pinggang yang ramping bagai ikat pinggang yang melilit, betisnya bagaikan bulu tebu yang subur
Musyabbah: سَـاقٍ
Musyabbah bih:أُنْبُوبِ السَّقِيِّ المُذَلَّــل
Adat Syibh: ك
وتَعْطُـو بِرَخْصٍ غَيْرَ شَثْنٍ كَأَنَّــهُ # أَسَارِيْعُ ظَبْيٍ أَوْ مَسَاويْكُ إِسْحِـلِ
Menggigit ujung jarinya yang lentik dengan lembut, bagaikan Garis-garis yang terdapat dalam tubuh kijang atau bagaikan pohon siwak
Musyabbah: وتَعْطُـو بِرَخْصٍ غَيْرَ شَثْنٍ
Musyabbah bih: أَسَارِيْعُ ظَبْيٍ
Adat Syibh: ك

تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ
Menyinari gelapnya malam bagaikan pelita yang bersinar dari tempat peribadahan rahib
Musyabbah: تُضِـيءُ الظَّلام
Musyabbah bih: مَنَـارَةُ
Adat Syibh: ك
Jadi, dari hasil analisi penulis umru al-Qais mengungkapkan suatu ide dengan menggunakan model Tasybih/penyerupaan, namun dari sekian banyak tasybih yang ia gunakan adalah tasybih mursal mujmal karena disebutkan adat tasybih dan dibuang wajh syibh dan Ia selalu menggunakan penyerupaan/tasybihnya selalu memakai adat huruf kaf.
4.2.7. Majaz
Majaz pada garis besarnya ada dua jenis, yaitu majaz lughawi dan aqli. Majaz lughawi adalah majaz yang alaqahnya ditinjau dari aspek bahasa,sedangkan majaz aqli adalah penisbatan suatu kata fi’il (kata kerja ) kepada fa’il yang tidak sebenarnya.
Dari hasil analisis penulis terhadap puisi umru al-Qais, ia mengungkapkan idenya dengan menggunakan majaz isti’arah seperti yang terdapa pada bait berikut:
تَـصُدُّ وتُبْدِي عَنْ أسِيْلٍ وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـلِ
Ia pun berpaling, menampakan pipinya yang ranum, menghindari dari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak
Pada syair diatas kita menemukan ungkapan “وَتَتَّقــِي # بِـنَاظِرَةٍ مِنْ وَحْشِ وَجْرَةَ مُطْفِـل ” (menghindari dari buasnya tatapan mata sapi setelah beranak). Dari perkataan tersebut. Kita dapat mengetahui bahwa ada penyamaan matanya dengan buasnya mata sapi yang beranak.
Ia menyerupakan tatapan matanya dengan tatapan mata sapi setelah beranak, jika kita telaah kata ini “dari buasnya tatapan mata sapi” merupakan makna majazi, makna yang sebenarnya adalah tatapan matanya umru al-Qais yang diserupakan dengan tatapan matanya sapi. Ungkapan yang seperti ini adalah majaz istia’arah tashrihiyyah karena yang ditegaskannya adalah musta’ar minhu (dari buasnya tatapan mata sapi) sedangkan musta’arnya (tatapan matanya umru al-Qais)dibuang.
4.2.8.. Badi’
Al-muhasanat al-Badi’iyat yang berjenis Tibaq seperti yang terdapat pada bait berikut ini تُضِـيءُ الظَّلامَ بِالعِشَاءِ كَأَنَّهَــا# مَنَـارَةُ مُمْسَى رَاهِـبٍ مُتَبَتِّــلِ, dalam bait itu terdapat kata (الظَّلامَ) yang berarti gelap dan kata(مَنَـارَةُ) yang berati terang atau bersinar.


BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Bila kita amati dari pembahsan diatas, kita akan sampai pada kesimpulan bahwa Umru al-Qais adalah salah satu pujangga syair al-Mu’allaqat yang berasal dari suku kindah di Yaman. Syair Gazalnya cenderung berlebih-lebihan seperti dalam bait satu sampai sepuluh . Akan tetapi, hal tersebut membuat puisi ini menjadi indah dan hidup. Para pembaca seolah ikut merasakan dan berimajinasi.
Unsur-unsur sastra (puisi) secara garis besar ada dua yaitu unsur ekstrinsik dan intrinsik. Puisinya banyak mengunakan tasybih Dan puisi tadi Terdiri dari 8 taf‟iilat di tiap baitnya, dan dalam ilm al-‘arudh yang seperti ini termasuk dalam Bahr al-Thawil

2. Saran
Penulisan makalah ini belumlah dapat dikatakan sempurna, Oleh karena itu diharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun untuk menyempurnakan analisis syair gazal Umru al-Qais.


DAFTAR PUSTAKA
Abu Sulaim, Anwar dan Muhammad al-Syawabakah ,Diwan Imri al-Qais wa mulhaqatihi bisyarh Abi Said al-Sukri, Emirat: Markaz Zayid Litarats wa al-tarikh,2000
Adonis, al-tsabit wa al-mutahawwil: bahts fi al-ibda wa al-itba ‘inda ‘Arab: Jilid dua (terjemahan), Yogyakarta: LKiS, 2007.
al-Faisal, Abdul Aziz Ibn Muhammad, al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhuhu, Arab Saudi : al-Mamlakatu al-‘Arabiyyah al-Saudiyah wizara al-Ta’lim al-‘Ali.
al-Hasyimi, Ahmad, Jawahirul al-Balagah: fi al-Ma’ani wa al-bayan wa al-Badi’, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,2009.
al-Iskandari, Ahmad dan Musthafa al-Inani, al-Wasit fi al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhihi, Mesir, al-Ma’arif, t.t.
al-Jiyad, Ahmad Hasan, Tarikh al-‘Adab al-‘Arab, (Kairo : Dar Nahdah Misr,tth.
al-Sanduli, Hasan, Syarh diwan imri al-Qais, Beirut: Dar Ihya al-Ulum,1410 H/ 1990 M.
al-Syayib, Ahmad, ushul al-naqd al-‘arabi’, Mesir, Maktabah al-Nahdloh al-Misriyah,1994.
al-Rafi’i , Musthafa Shadiq, Tarikh al-Adab al-‘Arabi, Kairo: maktabah al-Iman.t.t.
al-‘Utsaimain, Muhammad bin Shalih, Durus al-Balagah, Kuwait: Maktabah Ahlu al-Asy, 2004.
Bachmid, Ahmad, Telaah Kritis: Terhadap Karakteristik Sastra Arab Masa Jahiliyah dan Masa Islam, Ciputat : Pustaka Anak Negeri, 2010.
Buana, Cahya, Citra Perempuan dalam Syair Jahiliyah, Yogyakarta: Mocopat Offset, 2010
Fananie, Zainuddin, Telaah Sastra , Surakarta : Muhammadiyah Universitas Press, 2002.
Jarim, Ali dan Musthapa Amin, al-balagah al-wadihah: al-bayan wa al-ma’ani wa al-badi’ Jakarta: Maktabah al-Raudah,2007.
Kamil, Sukron, Teori Keritik Sastra Arab : Kelasik dan Modern, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. 2012.
Lesmana, Maman , Kritik Sastra Arab dan Islam, (Depok:Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010.
luxemburg , Jan van dkk , Pengantar Ilmu Sastra(terjemahan). Jakarta: PT Gramedia,1986
Muzakki, Akhmad, Kesusastraan Arab : Pengantar Teori dan Terapan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2006

Pradotokusumo, Partini Sardjono, Pengkajian Sastra, Jakarta: PT Gramedia, 2008.
Pradopo, Rahmat Djoko, Prinsif-Prinsif Kritik Sastra, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2003.
Pusposaputro, Sarwono ,Kamus Peribahasa, Jakarta : Gramedia, 1994.
Rauf , Fathurrahman, Syair-Syair Cinta Rasul, Jakarta : Puspita Press, 2009.
Sumardjo, Jakob dan Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan,Jakarta : Gramedia 1991.
Umam, Khatibul, al-muyasar fi ‘ilmi al-‘arudh, Jakarta: Hikmah Syahid, 1992.
Wargadinata , Wildana dan Laily Fitriani, Sastra Arab dan Lintas Budaya (Malang; UIN Malang Press,2008
Zaenuddin, Mamat dan Yayan Nurbayan, Pengantar Ilmu Balagah, Bandung; PT Refika Aditama,2007
Wardani , Yani’ah dan Cahya Buana, Pengaruh Unsur Ekstrinsik Terhadap Diksi Peribahasa Arab dan Indonesia, Tangerang: TransPustaka,2013

Selasa, 05 Mei 2015

strukturalisme dan semiotika

BAB I
PENDAHULUAN
• Latar Belakang Masalah

Dalam pemakaian sehari-hari, menguasai bahasa sering diartikan sebagai mampu berbicara dalam bahasa itu. Secara lebih serius disini diartikan sebagai kemampuan menggunakan simbol secara bermakna untuk berkomunikasi. Jadi dalam konteks ini penguasaan bahasa bergantung pada empat kata kunci: penggunaan, simbol, makna dan komunikasi . Manusia berkomunikasi dengan manusia lainya hanya dengan bunyi-bunyi atau suara yang dihasilkan oleh mulut dan didengarkan oleh telinga. Makin berkembang akal manusia, makin maju ilmu pengetahuan makin banyak media komunikasi yang digunakan.
Dengan kemampuan kebahasaan akan terbentang luas cakrawala berpikir seseorang dan tiada batas dunia baginya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wittgenstein yang menyatakan; “batas bahasaku adalah batas duniaku”. Melalui pernyataan ini orang-orang yang berpikir (homo sapiens) akan bertanya dalam diri apa itu bahasa? Apa fungsinya?. Perlu kita ketahui bahasa baik lisan maupun tulisan adalah alat bagi manusia untuk mengungkapkan pikirannya yang abstrak. Ketika ingin mengutarakan arti yang abstrak sifatnya (signifie). Setelah ditulis atau diucapkan, fikiran tersebut menjadi sesuatu yang kongkrit sifatnya (signifian). Jadi, bahasa adalah alat untuk memperoduksi arti.

Manusia dapat berpikir dengan baik karena dia mempunya bahasa. Tanpa bahasa maka manusia tidak akan dapat berpikir. Demikian juga tanpa bahasa maka kita tidak dapat mengkomunikasikan pengetahuan kita kepada orang lain. Binatang tidak diberkahi dengan bahasa yang sempurna sebagaimana kita milik, oleh sebab itu binatang tidak dapat berpikir dengan baik dan mengakumulasikan pengetahuannya lewat peroses komunikasi. Dalam rangka kehidupan manusia maka fungsi bahasa yang paling dasar adalah menjelmakan pemikiran konseptual kedalam dunia khidupan. Kemudian penjelmaaan tersebut menjadi landasan untuk suatu perbuatan, perbuatan ini menyebabkan terjadinya hasil.
Unsur bahasa yang disebut kata yang sering didengar atau dibaca biasa disebut lambang (simbol). Lambang dalam semiotik biasa disebut tanda (sign). Sebuah ambulans yang meluncur dijalan raya yang membunyikan sirine dengan lampu merah berputar-putar,menandakan ada orang celaka yang dilarikan kerumah sakit. Tafsiran itu berbeda jika sirine itu berasal dari mobil polisi yang melaju dengan cepat didepan rombongan pembesar. Karena sirine itu menandakan bahwa ada pembesar yang lewat, maka pengguna jalan harap menepi makna dipahami sebagai system semiotik yang mengandung tannda-tanda dan non-kebahasaan, seperti symbol, ikon, dan indikasi. “asap” merupakan tanda adanya api. Lambang sebenarnya juga adalah tanda. Hanya bedanya lambang ini tidak memberi tanda secara langsung, melainkan melalui sesuatu yang lain. Warna merah pada bendera merah putih melambangkan “keberanian”, dan warna putih melambangkan “kesucian. Gambar padi dan kapas pada burung garudra pancasila melambangkan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Oleh sebab itu akan lebih menarik lagi, apabila kita kaji secara mendalam dalam makalah ini, dan untuk lebih jelasnya pemakalah akan memaparkan tentang strukturalisme dan semiotik.
2. Rumusan masalah
2.1. Bagaimana pengertian strukruralisme ?
2.2. Bagaimana pengertian semiotik ?





BAB II
PEMBAHASAN
A. 1. Strukturalisme
Strukturalisme lahir dari pemikiran de Saussure melalui kuliah-kuliahnya di Universitas Jenewa, Swiss, dan terutama melalui kumpulan kuliahnya yang diterbitkan kedua muridnya. Dalam karyanya berisi pokok-pokok De Saussure memperkenalkan empat konsep konsep yang masing-masing ditampilkan secara dikotomis, yaitu (1) Langue vs Parole, (2), sintagmatik vs paradigmatic, (3), sinkronik vs diakroni, dan (4), signifiant vs signifie.
1.1.1. Langue vs Parole
Teori lingusitik Saussure tidak menggunakan “struktur” melainkan “sistem” parole (ujaran) sebagai bahasa yang diucapkan terkait dengan psikologis dan sosiologis. Sedangkan langue mempersentasikan aturan-aturan elemen-elemen linguistik. Langue adalah bahasa tertentu yang digunakan sekelompok yang tinggal disuatu komunitas tertentu pula. Komunitas dimana sekelompok manusia menggunakan bahasa tertentu ini disebut dengan kelompok linguistik. Ketika ada sekelompok manusia, walaupun terdiri dari berbagai bangsa, tetapi mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang sama, maka mereka dikatakan berada dalam satu bahasa dalam konteks langue. Ini dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu bahasa lisan dan bahasa tulisan.
Bahsa tulisan, digunakan memakai system alfabetis, yaitu dengan memakai huruf-huruf yang melambangkan bunyi-bunyi tertentu. Kata yang merupakan unsur bahasa yang memebentuk kalimat, tidak dapat berdiri sendiri. Keberadaannya salang kait mengait satu sama lain. Kita dapat mengartikan kata-kata dan aturan-aturan yang ada dalam suatu kalimat dengan melihat hubunganya satu sama lain. Sifat saling keterikatan antaraturan tersebut membentuk suatu system, yang kemudian membentuk struktur bahasa, sehingga mempelajari bahasa sebagai sarana komunikasi berarti mempelajari strukturnya.
1.1.2. Sintagmatik dan Paradigmatik
Segala sesuatu yang ada dalam bahasa didasarkan atas relasi-relasi. Relasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu relasi sintagmatik dan paradigmatic. Sebuah sintegma merujuk kepada hubungan in praesentia diantara satu kata dengan kata-kata yang lain. Sebagai penjelas, kita ambil kalimat berikut.
Kucing itu menggondol ikan
Kata kucing, melalui nalar tertentu yang tidak disadari, sesunggunya asosiatif selalu terkait dengan kata-kata lain dalam pikiran kita. Asosiasi itu terjadi dengan banyak cara, baik yang menyangkut citraan bunyinya maupun aspek konseptualnya. Misalnya kucing dapat berasosiasi dengan kelinci, monyet, dan anjing. Karena mereka merupakan satu serial konsep binatang piaraan. Hubungan asosiatif seperti itulah yang disebut sebagai relasi paradigmati
Selanjutnya adalah relasi sintagmatik, yakni relasi antar tanda yang hadir secara berurutan dalam satu linearitas tindakan berbahasa. Relasi ini muncul sebagai akibat dari tindakan berbahasa yang berlangsung dalam waktu, yakni kemunculan tanda bahasa satu persatu secara urut dalam rentangan waktu atau rentangan citra visualnya biala ia berwujud tulisan. Relasi sintagmatik mempunya kaidah yang secara tidak sadar selalu diikuti oleh penutur bahasa. Misalnya, dalam bahasa Indonesia fungsi objek, kucing, biasanya mendahului fungsi predikat, menggondol.
Didalam semiotik, gagasan yang paling berpengaruh baik terhadap linguistik maupun terhadap antropologis adalah bahwa tanda itu tidak mempunyai referen. Hal itu berbeda dengan Peirce yang referennya justru merupakan unsur ketiga yang penting dalam pembentukan interpretan atau konsep. Tidak adanya referen berarti bahwa petanda (signified) tidak dapat dikaitkan aspek-aspek atau unsur-unsur dari dunia ekstern. Konsep atau makna bukanlah sesuatu yang terbentuk oleh keterkaitan antara tanda dan apa yang diacu oleh tanda itu. Kalau begitu bagaimana petanda itu terbentuk ? menurut Saussure, petanda merupakan sebuah nilai yang ditentukan oleh kedudukan tanda dalam hubungan dengan tanda lainnya. Jaringan hubungan yang terbentuk dengan cara demikian menetukan konsep atau makna dari tanda. Jadi, makna adalah hasil dari hubungan satu tanda dengan tanda lainya.
1.1.3. Diakronis dan Sinkronis
Menurut Saussure, bahasa dapat dipelajari dari waktu kewaktu atau pada waktu tertentu. Dalam analisis struktural dia mengemukakan bahwa kata dapat melihat suatu gejala kebahasaaan secala sinkronis, yakni pada lapisan waktu dan ruang tertentu, atau secara diakronis, yakni dengan melihat perkembangannya dari sutu lapisan waktu kelapisan waktu yang lain. Namun, perlu dicatat bahwa pandangan sinkronis merupakan dasar analisis diakronis.

1.1.4. Penanda dan Petanda
Ketika mendengar kata kucing, seorang penutur bahasa Indonesia dengan serta merta dapat mempunyai ide dan gambaran dalam benaknya tentang “seekor binatang berkaki empat, berbulu lembut, berkumis seperti jarum, biasa dipelihara, dan sebagainya”, pendek kata, ia akan mempunyai gambaran ide atau konsep kekucingan. Dalam terminologi linguistic Saussure, konsep itu –bukan binatangnya-dinamakan signifie yang diterjemahkan sebagai petanda (hal yang ditandai). De Saussure memberikan contoh kata arbor dalam bahasa latin yang berarti “pohon”. Kata ini adalah tanda yang terdiri atas dua segi yakni/arbor/dan ♣ (konsep pohon).





Signifiant/ arbor/ disebutnya sebagai citra akustik yang mempunya relasi dengan konsep “pohon”
Gambar: rambu dilarang berputar kekanan.
Rambu lalu lintas pada gambar tersebut, sebagai sebuah tanda non kebahasaan, memperlihatkan penanda yang berupa citra-visuaal, yakni sebuah anak panah yang menikung 180 ̊ beserta garis miring yangmencoret diatasnya. Citra visual yang tertera pada rambu ini adalah penanda, sedangkan petanda atau maknanya adalah dilarang berputar kekanan.

2. Semiotika
Madji Wahbah dalam kamusnya menyebutkan bahwa semiotika adalah ‘ilm al-‘alamat atau ilmu tanda, selain istilah ‘ilm al-‘alamat, juga dikenal dengan istilah ‘ilm al-Isyarat dan simiyulujiyyah, kata serapan Arab dari semioligi, suatu istilah yang penegertiannya sama dengan semiotik.
Secara definitif, menurut Paul Cobley dan Litza Janz semiotika berasal dari kata seme, bahasa Yunani, yang berarti penafsiran tanda. Literatur lain menjelaskan istilah “semiotika” diambil dari kata “semion”(Yunani) yang artinya tanda. Selain kata semiotika digunakan pula kata semiologi (istilah yang digunakan Saussure), yaitu ilmu yang secara sistematis mempelajari tanda-tanda dan lambang-lambang, system-sistem lambing dan proses perlambangan. Ilmu- ilmu bahasa ada didalamnya. Terhadapnya ilmu strukturalisme telah memberikan dasar-dasar bangunan yang kokoh. Tanda itu berada dimana-mana, kata atau kalimat adalah tanda. Demikian juga gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera, dan sebagainya. Bahkan bahasa Tuhan pun dapat dikatakan sebagai “tanda” (al-ayat), baik itu yang ada dialam (al-kauniyah) maupun tanda yang ada dalam kitab suci.
Pengertian semiotika berhubungan dengan pengertian semantik karena dua pengertian itu meliputi makna dan kemaknaan dalam komunikasi antar manusia. Charles Morris mengatakan bahasa sebagai satu sistem sign dibedakan atas signal dan simbol. Akan tetapi, semiotik bukan hanya berhubungan dengan isyarat bahasa, melainkan juga berhubungan dengan isyarat-isyarat nonbahasa dalam komunikasi antarmanusia. Kita dapat mengetakan bahwa dalam semiotika adalah ilmu isyarat komunikasi yang bermakna.
Pemahaman awal terhadap gejala yang berkaitan dengan tanda dapat ditelusuri dalam pikiran Plato dan Aristoteles dalam membicarakan mengenai bahasa. Pemahaman berikut dilakukan oleh mazhab Stoik dan kaum epicurean di Athena sekitar abad ke-3 SM, khususnya oleh filsuf philodemus, dalam kaitannya dengan perbedaan antara tanda alamiah dan tanda konvensional. Diantara kedua tanda tersebut, jenis tanda yang memperoleh perhatian dan yang kemudian dikembangkan secara ilmiah pada abad berikutnya, khusus pada abad pertengahan adalah tanda-tanda konvensional, seperti yang dilakukan oleh St Agustinus (354-430), William of Ockham (1285-1349), Jhon Locke (1632-1704). Menurut van Zoest semiotika memperoleh perhatian yang lebih serius abad ke-18, sekaligus mulai menggunakan istilah semiotika, yaitu J.H. Lambart. Atas dasar ilmu ketandaan, holliday menyebutkan semiotoika sebagai kajian umum, dimana bahasa dan sastra hanyalah salah satu bidang didalamnya. Meskipun demikian, justru dalam bahasa dan sastralah semiotic dilakukan secara sangat mendalam.
Meskipun pengkajian tanda dilakukan sepanjang abad, tetapi pengkajian secara benar-benar ilmiah baru dilakukan pada awal abad ke-20, yang dilakukan oleh dua orang ahli yang hidup pada zaman yang sama, dengan konsep dan paradigm yang hampir sama. Kedua sarjana tersebut adalah Ferdinand de Saussure (19857-1913) dan Charles Sanders Pierce(1839-1914). Saussure adalah ahli bahasa, sedangkan Peirce adalah ahli filsafat dan logika.
Jika kita mengikuti Charles S. Pierce maka semiotika tidak lain daripada sebuah nama lain dari logika, yakni “dokrin formal tentang tanda-tanda” (the formal doctrine of signs); sementara bagi Ferdinand de Saussure semiology adalah sebuah ilmu umum tentang tanda, “suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda didalam masyarakat” (a since that studies the life if signs within society). Dengan demikian, bagi perice semiotika adalah suatu cabang dari filsafat; sedangkan bagi Saussure semiologi adalah bagian dari disiplin ilmu psikologi sosial
Baik istilah semiotika maupun semiologi dapat digunakan untuk merujuk ilmu tentang tanda-tanda (the since of signs) tanpa adanya perbedaan pengertian yang terlalu tajam. Satu-satunya perbedaan diantara keduanya, menurut Hawkes adalah bahwa istilah semiologi lebih banyak dikenal dieropa yang memwarisi tradisi lingusitik Saussurean; sementara istilah semiotika cendrung dipakai oleh para enutur bahasa inggris atau mereka yang mewarisi tradisi peircian.
Menurut peirce ada tiga faktor yang menetukan adanya sebuah tanda, yaitu tanda itu sendiri, hal yang ditandai, dan sebuah tanda baru yang terjadi dalam batin sipeneriam. Baginya. Makna tanda yang sesungguhnya adalah mengemukakan sesuatu. Antara tanda (signs) dan apa yang ditandai (diacu) terdapat sesuatu hubungan representasi (to represent= menghadirkan, mewakili). Kata table (meja), umpamanya. Adalah mewakili suatu prabot rumah tangga, ia mengacu keperabotan itu. Apa yanag diwakili atau diacu, oleh Peirce diberi nama “objek” itu adalah segala yang ada. Tanda dan representasi bersama-sama menuju tafsiran. Tafsiran merupakan tanda baru, yaitu sesuatu yang dibayangkan oleh sipenerima tanda jika ia mengamati tanda itu. Hasil tafsiran itu oleh Peirce dinamakan interpretan.
Pierce membedakan tanda menjadi tiga macam yaitu :
• Iconic Sign (al-Alamah al-Iquniyah)
Yaitu, tanda yang menjelaskan acuan/bendanya melalui cara imitasi, seperti: gambar benda, lukisan, peta, patung, dan sebagainya.
• Indexical Sign(al-Alamah al-Isyariyah)
Yaitu, tanda yang menjelaskan acuan melalui adanya hubungan yang lazim/biasa, seperti: asap adalah tanda adanya api, tanda mengeong adalah tanda adanya kucing, dan sebagainya.
• Syimbol (al-Rumz)
Yaitu, tanda yang menjelaskan acuan melalui adanya makna istilah yang telah disepakati oleh manusia, seperti rambu-rambu lalu lintas, suara bel, dan sebagainya, termasuk juga kosakata bahasa, misalnya: pohon, kuda dan sebagainya.
Sehubungan dengan pandangan tersebut maka perlu diberikan catatan, bahwa bahasa yang ada didunia ini ada yang diciptakan manusia sendiri, yaitu bahasa yang tidak berkembang dengan sendirinya, seperti lalu lintas dan sistem yang berlaku dalam logika, terdapat juga sistem tanda sekunder yang berfungsi didalam rangka sebuah sistem primer, seperti dalam bahasa alam. Singkatnya, bahasa itu tidak hanya yang bisa kita jumpai secara umum, tetapi terdapat bhasa-bahasa diluar itu. Pandangan bahasa semacam inilah yang ada dalam pandangan semiotika.

2.2. Macam-macam Semiotik
2.2.1. Semiotik Analitik
Semiotik yang menganalisis system tanda. Peirce menyatakan bahwa semiotic berobjekan tanda dan menganalisinya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambing, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambing yang mengacu pada objek tertentu.
2.2.2. Semiotik deskriptif
Semiotik yang memperhatikan system tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang. Misalnya langit yang mendung menandakan bahwa hujan tidak lama lagi akan turun, dari dahulu sampai sekarang tetap seperti itu.
2.2.3. Semiotik Faunal
Semiotik yang khusus memperhatikan system tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya biasanya menghasilkan tanda tanda untuk berkomunikasi sesamanya, tetapi juga sering menghasilkan tanda yang dihasilkan tanda yang dapat ditafsirkan oelh manusia. Misalnya seekor ayam betina yang berkotek-kotek menandakan ayam ayam itu akan bertelur atau ada sesuatu yang ia takuti.
2.2.4. Semiotik Kultural
semiotic yang khusus menelaah system tanda yang berlaku dalam kebudayaaan masyarakat tertentu. Telah diketahui bahwa masyarakat sebagai mahluk sosial memiliki sitem budaya tertentu yang telah turun temurun dipertahankan dan dihormati. Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga merupakan system itu, menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakan dengan masyarakat yang lain. Seperti bhineka tunggal ika yang mencirikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk.
2.2.5. Semiotik Naratif
Semiotik yang menelaah system tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan. Telah diketahui bahwa mitos dan cerita lisan, ada diantaranya memiliki nilai kultural tinggi. Itu sebabnya Greimas memulai pembahasanya tentang nilai-nilai kultural ketika ia membahas persoalan semiotic naratif.
2.2.6. Semiotika Natural
Semiotik yang khusus menelaah system tanda yang dihasilkan oleh alam. Air sungai keruh menandakan bahwa dihulu ada hujan, dan daun pohon-pohonan yang menguning lalu gugur menandakan bahwa telah tiba musim gugur. Alam yang tidak bersahabat dengan manusia, misalnya banjir atau tanah longsor sebenarnya memberikan tanda kepada manusia bahwa manusia telah merusak alam.
2.2.7. Semiotik Normatif
Semiotic yang khusus menelaah system tanda yang dibuat olah manusia yang berwujud norma-norma. Misalnya ramubu- rambu lalu lintas.
2.2.8.Semiotik Sosial
Semiotic yang khusus menelaah system tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang. Baik lambang berwujudud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuanyang disebut kalimat.
2.2.9. Semiotik Struktural
Semiotik yang khusus Menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
3. Semiotika dalam Islam
Diera modern ilmu ini memiliki dua seorang bapak, yaitu Charles Sanders pierce (1830-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913). Istilah “semiotika” ini sebenarnya diusulkan pertama kali oleh Lambart, seorang ahli filsafat Jerman pada abad ke-18 sebagai sinonim kata Logika.
Dalam Islam, dasar-dasar semiotika yang dikemukakan Charles Sanders Pierce tersebut ada pada konsep “konsep”, yaitu suatu hal yang dapat membangkitkan adanya petunjuk. Apa yang diacunya atau yang ditunjuknya disebut “madlul”. Kedua konsep ini dibahasa secara rinci dalam ilmu mantiq atau Loika , ilmu ma’ani dan ilmu bayan atau semantika Islam, Ilmu Tafsir. Jadi, belum menjadi ilmu sendiri ia hanya bersifat filosofis yang dititipkan pembahasannya pada ilmu mantiq. Menurut ilmu ahli mantiq, ilmu mantik adalah mempelajari bagaiman orang bernalar atau bagaiman orang bias berfikir benar. Dalam hipotesis teori pierce yang mendasar, bahwa penalaran itu dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda memungkinkan kita berpikir, berhububungan dengan orang lain, dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.
Kata “dilalah” dalam ilmu mantiq merujuk pada dua pengertian. Pertama, kata “dilalah” didefinisikan sebagai “ sesuatu yang dapat memberikan pengertian tentang sesuatu yang lain, apakah bias dimengerti atau tida bias dimengerti”. Sesuatu yang memberikan pengertian disebut “daal” (yang menunjukan), sedangkan sesuatu yang lain disebut “madlul” (yang ditunjukan). Contohnya adalah seperti lafal “Ali” atau “Muhammad”, keduanya dapat dimengerti sebagi “zat” (diri) seseorang yang diberi nama Ali dan Muhammad. Yang menunjukan dalam konsep Pierce sama artinya dengan “tanda”, yaitu yang mengemukakan sesuatu. Sedangkan “yang ditunjukan” atau “madlul” adalah sama artinya dengan Object, denotatum, referent atau acuan.
Kedua, kata “dilalah” didefinisikan Fahmu amrin min amrin”, artinya mengertinya terhadap sesuatu karena didasarkan pada pemahaman sesuatu yang lainnya. Contohnya seperti mengartikan “hayawanun muftarisun” (binatang buas) kepada kata “asadun”, yaitu singa atau macan. Ungkapan “hayawanun muftarisun” disebut “madlul” atau “amrun mafhumun” yaitu sesuatu yang dimengerti, sedangkan kata “asadun” (singa) disebut “daal” atau “amrun mafhumun minhu” artinya sesuatu yang memberi penengertian.
Suatu pengertian dapat ditunjukan olleh suatu tanda. Tanda itu dapat berbentuk kata dan bukan kata. Misalnya: kata rumah menujukkan bangunan tempat tinggal yang terdiri dari tiang, dingding, atap dan sebagainya. Tanda yang bukan kata misalnya merah muka menunjukan malu. Kalau kita melihat cara yang menunjuk kepada pengertian masing-masing tanda(kata dan bukan kata), maka dapat dibagi dua:
3.1. Kata( لفظية) :
 tanda bersifat pembawaan (طبيعية)
Seperti: rintihan menunjukan sakit.
 tanda yang berdasarkan akal (عقلية)
seperti : suara dalam kamar menunjukan ada orang didalamnya
 tanda yang berdasarkan penetapan / istilah (وضعية)
seperti: kata-kata yang menunjukan arti yang ditetapkan bagi kata-kata itu dalam bahasa
3.2. Bukan Kata(غير لفظية) :
 tanda yang bersifat bawaan (طبيعية)
seperti merah muka menunjukan malu.
 Tanda yang berdasarkan akal) (عقلية
Seperti perubahan susunan kamar, menunjukan ada orang yang masuk dan mengadakan perubahan
 Tanda yang berupa pentapan (وضعية)
Seperti : bendera setengah tiang menandakan keadaan berkabung.






BAB III
SIMPULAN
Bila diamati dari pembahasan diatas kita akan sampai pada kesimpulan bahwa Ferdinan de Saussure menjelaskan bahwa bahasa pada dasarnya merupakan suatu sistem yang saling berkaitan satu dengan yang lainya. Pengertian semacam itulah yang menjadi landasaan bagi pengertian struktur. Pemakaian kata struktur dalam strukturalisme adalah senantiasa disertai oleh seluruh distingsi-distingsi, langue dan parol, Sintagmatik dan Paradigmatik , serta signifiant dan signifie, dan juga sinkroni diakroni. Kata memiliki makna karena mereka sebagai simbol bagi sesuatu diluar darinya. makna adalah objek dari simbolisasi itu, kata adalah sebuah lebel yang dihinggapi sesuatu, dan sesuatu itu adalah makna dari kata. Dalam sistem yang mantap seperti bahasa, makna tanda itu bukan menjadi kewenangan pemakaiaan secara perorangan, tetapi merupakan sifat-sifat milik masyarakat ujaran tertentu. Artinya, setiap individu adalah bagian dari masyarakatnya. Sesungguhnya masih ada sistem tanda lain yang lazim dipakai dalam komunikasi. Diantaranya isyarat, seperti menunjuk sesuatu untuk menarik perhatiaan, tanda tertulis seperti “dilarang palkir” dan suara seperti bunyi sirine, nah tanda-tanda itu mengusung arti.

kronologis sastra arab modern

Tarikh al-Adab al-Hadits
DITINJAU DARI PENDEKATAN PERIODESASI KRONOLOGIS
Tahun Kronologi
1798 • Napoleon Bonaparte menduduki Mesir untuk melakukan ekspansi sehingga peradaban bangsa arab bersentuhan dengan bangsa barat (Francis)
• Dengan adanya Napoleon menjajahi mesir Sastra arab mengalami kevakuman dalam perkembangannya, karena masa tersebut lebih menekankan adanya penguasaan politik.
• Dengan kegundahan tersebut maka muncul adanya kesadaran bahwa sastra arab adalah karya yang puitis dan menakjubkan yang diawali oleh Muhammad Ali Pasya
1800 • Lahirnya tokoh sastrawan (udaba’) Nasif Yazji di Lebanon
1801 • Dari mulai kebangkitan embrio semangat baru dari tahun 1798, maka pada tahun inilah tepatnya masa kedua bangkitanya sastra Arab atau biasa disebut Kebangkitan sastra arab ke-2
1804 • Terbitnya majalah al jawaib oleh Ahmad Faris al Shidyaq yang nantiya banyak dipakai sebagai bahan rujukan.
1808 • Koran yang berbahasa arab pertama kali terbit di Suriah yaitu, Hadiqotul Akbar
1815 • Meninggalnya pengembang sastra modern Syam, irak dan barat yaitu sastrawan Muhammad Muhdi. Selain pengembang sastra ia juga menjadi anggota pengumpul karya-karya sastra khusus milik Napoleon. Salah satu karyanya adalah aladah tuhfatul al-mustaiqidz Al-Ans yang menyerupai kisah 1001 malam
1816 • Mulai berkiprahnya Sastrawan besar (udaba’) Batris Bustani di Lebanon
1825 • Meninggalnya salah satu pengembang sastra modern Syam, irak dan barat yaitu Abdur Rahman Al-jibrati. Yang meninggalkan karya sastra besar yang mampu mengharumkan namanya, salah satu karyanya adalah Ajaibul ashar Fi al-tarojim wal Al-Akhbar
1828 • Tumbuhnya Jurnalisik arab yang ditandai oleh munculnya Koran pertama berbahasa arab yaitu Al-waqoi’ al-misriyah yang didirikan oleh Muhammad Ali di Arab.
1830 • Masa Khediwi (Khedive) Ismail dimana sastra sebagai Puncak gelombang kedua.
1832 • Meninggalnya pengembang sastra modern Syam, irak dan barat yaitu Hasan al-ithor yang terkenal dengan ahli Nasr dan Nadham
1836 • Berdirinya madrasah-madrasah atau dunia pendidikan yang membangkitkan ilmu pengetahuan, sastra, kedokteran, bahasa dll.
1838 • Lahirnya pelopor aliran neoklasik yaitu: Mahmud Sami al Barudi. Yang menjadi sumber inspirasi para tokoh penyair modern setelahnya (diantaranya: Ahmad Syauqi, Hafidz Ibrohim, dan Khalil Mutran)
1840 • Munculnya pertama kali pantomim di arab yang ditampilkan oleh Marun An-Naqsyi
• Lahirnya seorang penyair wanita Arab dan Turki yaitu, Aisyah At-Timuriyyah
1842 • Dari tuntutan penerjemahan literatur-literatur luar arab. Tahun ini Muhammad Ali meluluskan para penarjamah handal, sehingga kebutuhan penerjamahan pada masa itu terpenuhi.
1847 • Lahirnya sastrawan besar (udaba’) yaitu Ibrahim yazji di bairut
1848 • Lahirnya tokoh natsr terkenal Muhammad Abduh di mesir. Tokoh yang melakukan pempublikasian kembali karya-karya arab klasik. Disamping itu ia juga yang nantinya memimpin masyarakat untuk menghidupkan kembali belajar bahasa arab dengan memplubikasikan karya besar ar jurjani, “Asror Al-Balaghoh”
1849 • Lahirnya sastrawan besar (udaba’) Hamzah Fathullah
• Lahirnya penyair Mahmud Ali Taha yang terkenal dengan kehalusan, romantic, tetapi sangat religious puisi-puisinya. Beberapa pengamat menganggapnya puisi-puisinya banyak terpengaruh oleh romantisme perancis abad ke-19, terutama Lamartine
• Sebagai akibat pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali, mereka yang telah mendapatkan pendidikan Barat menggagas pada tahun ini memulai dirintisnya secara besar-besaran kegiatan penerjemahan buku-buku ke dalam bahasa Arab yang juga sebagian besar berupa karya-karya sastra Barat. Penerjemahannya seperti dalam sastra Perancis, nama-nama mulai dari Villon sampai pada angkatan Sartre, atau Marlowe sampai angkatan Auden dalam sastra Inggris dll.
1854 • Lahirnya tokoh besar natsr yaitu Hifni Natsif
1855 • Terbitnya Koran politik pertama di Syam oleh Rizqullah Hasun Al-halbi
• Wafatnya Marun an-Naqash, pemain pantomim pertama kali di Arab
1857 • Meninggalnya pengembang sastra modern Syam, irak dan barat yaitu Syihabuddin
1860 • Terbitnya di Konstantinopel untuk pertama kalinya Koran berbahasa arab yang mana redakturnya adalah ahmad faris. Disamping itu surat kabar kemiliteran juga terbit di Tunisia untuk pertama kalinya
1862 • Lahirnya tokoh besar natsr Ali yusuf, karyanya yang dibumingkan diataranya tentang politik yaitu السياسي النابة والصحفى النابع
1863 • lahirnya Jamil Sidqi Az-Zahawi, orang yang dinobatkan sebagai perintis puisi modern di Irak
1865 • Diterbitkannya dan diresmikannya Koran Arab di suriah
1866 • Meninggalnya tokoh besar sastra arab yang tanpa satupun karya sastranya sempat dipublikasikan. Dia adalah Ali Labsi Lathif
• Terbitnya pertama kali majalah arab tentang kedokteran pada masa Ismail (penerus Muhammad Ali Pasha)
• Munculnya surat kabar yang terbit dua kali seminggu oleh ahmad As-su’ud Afandi tentang politik, sastra, dan pengetahuan
1868 • Masa ini termasuk masa awal pempublikasian teks-teks arab klasik. Hal ini seperti dilakukan penerbit Bulaq press yang pembacanya tidak hanya dari kalangan filolog saja akan tetapi semua kalangan ilmuwan baik itu para lingustik, sastrawan sejarawan dan sebagainya. Terbitnya Jamiyat Alma’arif pada tahun ini juga memainkan peranan penting bagi publikasi besar, yang didalamnya memuat sumber-sumber karya sastra klasik arab yang menjadi rujukan otentik
1869 • Terbitnya Koran Nahdlotul Afkar oleh Ibrahim dan Muhammad Usman Jalal
1870 • Lahirnya syuara’ besar Hafid Ibrahim.
• Setelah mengalami kevakuman, pada tahun ini di terbitkan kembali majalah Raudlotul Madaris Al-misriyah yaitu majalah ‘alamiyah adabiyah gigantic dengan Al-ilmu wal adab
1871 • Meninggalnya sastrawan modern Nasif Yazji yang artinya telah selesai pula udaba’ besar ini dari berkarya.
• Pertama kalinya Salaim an-naqsyi dan Adib Ishaq yaitu sastrawan Lebanon datang ke mesir untuk menyelenggarakan pementasan theather di Iskandariyah untuk pertama kalinya juga, ini juga sebagai jalan pengenalan awal terhadap teater.
1872 • Meninggalnya pengembang sastra modern Syam, irak dan barat yaitu Thahthawi, salah satu penopang perkembangan ilmiah
• Terdapat jarak yang kentara antara penyair modern dan penyair-penyair modern semi klasik sebelumnya yang dipandang sebagai penyair-penyair besar, seperti Ahmad Syauqi atau hafidz Ibrahim
• Meninggalnya Khutoba’ modern Sa’id Zaglul
• Lahirnya Khalil Muthran yang di anggap sebagai tokoh representative puncak aliran neoklasik. Diwan puisi yang antologi puisinya di tulis penuh dengan qasidah-qasidah patriotic, politik dan curhatan hati. Untuk qasidah-qasidahnya tentang cinta sangat dekat dengan aliran romantic. Puisinya mengekspresikan pengalaman-pengalaman pribadi seputar cinta, kenangan masa kecil, sejarah jamannya, impian-impian manusia, keadaan social dan derita masyarakat pada masanya.
1873 • Wafatnya seorang motor penerjemahan berbagai karya asing Barat, baik tentang kesusastraan atau ilmu pengetahuan pada masa Muhammad ali pasya. Yaitu Rifa’ah Rafi’ al Tahtawy.
1874 • Lahirnya tokoh khutoba’ terkenal yaitu Musthofa kamil
1876 • Lahirnya seorang satrawan dan ulama dari al-azhar yang terkenal yaitu Mushtofa Luthfi al-Manfaluthi. Dapat digolongkan sebagai sastrawan pengarang cerita-cerita pendek bergaya semi klasik-semi modern
1877 • Muncunya kitab sastra yang berjudul Al-Adab dan Al-qahiroh Al-hurrah yang ditulis Ali Yusuf.
• Lahirnya sastrawan di siyalqad seorang pemikir besar menjelang pertengahan abad ke 20 yaitu Muhammad Iqbal, karena ia orang filsafat juga maka mengungkapkan ia punya ara sendiri yang unik yaitu filsafat diungkapkan lewat puisi dengan bahasa urdu dan Persia.
• Lahirnya penyair tua yang bernada keras dan dikenal sebagai pembela hak-hak perempuan ialah Ma’ruf Ar-Rusafi
• Terbirnya surat kabar tentang sekte penjajahan untuk pertama kalinya di arab
1880 • Meninggalnya Ali Abi nash yaitu diwan syiir mathbu’ di mesir
• Bathris Bustani memunculkan majalah sastra politik dengan nama Jinan, untuk kepengurusan dan penulisan ditanggung jawabkan atau dikelola oleh anaknya
• Meninggalnya pengembang sastra modern Syam, irak dan barat yaitu Mahmud shoffat as-sa’ati
1883 • Setelah 3 tahun pembuatan majalah sastra berjalan, ia sastrawan modern Batris bustani menghembuskan nafas terakhir pada tahu ini.
• Lahirnya salah seorang sastrawan perantauan (mahjar) beraliran romantik ialah kahlil Gibran
1885 • Munculnya kitab tentang sastra yang berjudul “Al-qahirah al-hurrah” dan “Al-Adab” yang ditulis oleh Ali yusuf
1886 • Lahirnya tokoh pengusung dan pendiri aliran Diwan, yaitu Abdur Rahman Syukri
1887 • Meninggalnya sastrawan modern Ahmad Faris as-sidyaq
1888 • Meninggalnya pengembang sastra modern Syam, irak dan barat yaitu Abdul Hadi
• Setelah perang dunia I, pemikiran-pemikiran intelektual di Mesir, Suriya, dan Irak semakin terasa. Dalam kesastraan mereka terbagi dalam 2 kelompok besar. Kelompok I pengarangnya cenderung kearah barat(prancis) yaitu: Muhammad Husein Haikal, selain seorang sastrawan, beliau juga dikenal sebagai wartawan dan pemikir. Kelompok II pengarangnya cenderung ke Inggris
1889 • Meninggalnya pengembang sastra modern Syam, irak dan barat yaitu yaitu Husein Al-Marshofi, seorang muallim yang menjadi penopang tulisan- tulisan tentang sastra.
• Lahirnya Abdullah Basya fikri pengarang kitab mawa’idul fikriyah untuk para penulis Mesir
• Lahirnya sastrawan Abbas Mahmud Al-Aqqad
1890 • Lahirnya salah satu tokoh pengusung dan pendiri aliran diwan, yaitu Ibrahim al-Mazini.
1892 • Lahirnya tokoh aliran romantik, Ahmad Zaky Abu Shadi
1893 • Meninggalnya Ali Mubarok Basya
• Dibangunnya perpustakaan Darul kutub
1894 • Lahirnya Mahmud Taimur, seorang pengarang dan seniman yang menjadi kebanggan Mesir. Kritik-kritiknya sangat diperhatikan para ahli. Karya-karya Mahmud Taimur sudah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
1895 • Berakhirnya masa Khediwi (Khedive) Ismail yang menjadi berakhir pula puncak sastra gelombang kedua pada masa ini.
1896 • Meninggalnya Khuthoba’ besar modern yaitu Abdullah Nadim yang terkenal dengan latah dan kefasihan ibaratnya.
1897 • Munculnya majalah Ad-diya’ yaitu majalah bayan yang dibuat oleh Ibrahim yajzi bersama Dr. Bisyarah Zalzal.
1898 • Kahlil Gibran menjadi penyunting majalah sastra dan filsafat “al-Hakekat” merupakan awal dari kehidupannya dalam kiprah kejurnalistikan yang nantinya akan menjadi jalan eksistensinya terhadap sastra pula.
1900 • Terbentuknya madrasah diwan yang lahir karena terpengaruh aliran klasik
• Karena kekaguman terhadap sastrawan sebelumnya dan kepiawaiannya dalam melukis, pada tahun ini Gibran membuat sketsa wajah penyair islam periode awal seperti: Abu Nawas, Al-Mutanabbi, Al-Farid dan Khansa(penyair besar dari Arab), juga wajah para filosof seperti Ibn Khaldum dan Ibn Sina yang ia kagum pada para pemikir besar tersebut
1902 • Meninggalnya Aisyah At-Timuriyyah, yaitu seorang penyair wanita Arab dan Turki.
• Dilihat dari bentuknya terdapat para penyair yang masih tetap menggunakan metrum[1] secara keseluruhan, ada penyair yang menggunakan puisi bentuk Andalusia, yaitu muwashshah, dan ada pula yang menggunakan bentuk bebas tanpa terikat pada metrum.
1904 • Meninggalnya tokoh pelopor aliran Neo klasik, Mahmud Samy al-Barudy
• Meninggalnya Khutoba’ modern Musthofa Kamil
1905 • Bermunculannya syi’ir Al-Muqowamah yaitu puisi yang bertemakan konflik antara Arab-Israil dalam wacana kasus kesusastraan Arab modern. Diantara para penyair yang menuliskan tema puisi ini adalah Ibrohim Tuqan dan Abdur Rahman Mahmud dst.
• Meninggalnya Muhammad Abduh yaitu tokoh Nasr terkenal
1909 • Dalam Diwan, “dau’ al fajr” oleh Syukri telah mengusung tema dan style baru yaitu menggabungkan nuansa emosi subyektif pesimistik, romantic dan bernuansa pemikiran. Yang dalam setiap dua larik puisinya berubah rimanya dalam hal ini dia berusaha menggantinya dengan menggunakan bentuk puisi baru dalam khazanah kasusastraan Barat disebut “blank verse” atau puisi mursal yaitu puisi yang hanya terikat pada metric bukan rima, sehingga tiap larik mempunyai rimanya masing-masing.
1910 • Lahirnya Najib Makhfud Abdul Aziz Ibrahim Ahmad Al-Basya seorang novelis besar yang mendapat nobel sastra arab
1912 • Dirilisnya novel “The Broken Wings oleh Kahlil Gibran yaitu kisah cinta pertamanya dengan Hala Daher, seorang putri dari sebuah keluarga Aristokrat[2] di Lebanon.
• Dalam waktu yang sama kahlil Gibran juga mulai aktif menulis artikel yang tersebar di berbagai media massa. Tulisan-tulisannya mampu mencengangkan pengagum sastra Dunia, termasuk kritikus sastra Arab terkemuka, May Zaidah.
1913 • Munculnya Abdurrahman Mahmudz, seorang penyair yang menuliskan tema puisi konflik antara arab dan israil yang disebut dengan puisi perlawanan
• Terbitnya novel Zainab oleh Haikal yaitu seorang perintis karya sastra modern yang juga penulis kritis sastra dan cerpen
• Almazini kembali menerbitkan artikelnya, yang mengkritik hafidz sekitar tradisinalisme dan taqlid (imitasi)nya
1914 • Haekal dianggap perintis karya sastra modern setelah novelnya.Zainab, terbit pada tahun ini Ia juga banyak menulis kritik sastra dan cerita pendek.
1918 • Lahirnya seorang dokter medis di Suriah, yang juga aktif dalam penulisan novel dan cerita pendek. Beberapa cerpennya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu Abdus Salam Al-Ujaili.
1920 • Gambaran puisi Arab sampai tahun 1920 baik dari segi bentuk maupun bahasanya masih menggunakan bentuk dan bahasa lama (klasik), sementara mengenai temanya, masih ada yang menggunakan tema lama, tapi diadaptasi dengan suasana yang baru, dan ada juga tema-tema yang baru, seperti tema nasionalisme. Tema nasionalisme ini kadang-kadang menyuarakan tentang Pan Arabisme dan Pan Islamisme.
• Mulai dikenalnya aliran kelompok diwan, yaitu penyair-penyair mesir yang popular pada masa ini, adalah Abbas Al-aqod, Ibrahim al-mazini dan Abdurrahman Syukri
1921 • Istilah diwan baru dikenal pada tahun ini, ketika telah dipublikasikannya Ad-diwan kitab fi al-adab wa An-naqd
1922 • Dikarenakan adanya penolakan duplikasi puisi. Maka diterbitkannya buku berjudul Al-fusul untuk mewujudkan puisi yang sesuai berdasarkan dengan lokus dan tempos (konseptual) baik itu bersifat sinkronik maupun diakronik.
1923 • Mulai merebaknya penulis cerpen Irak yang cukup dikenal di tanah airnya, seperti Abdul Malik Nuri dan Syakir Khusybak, Guru besar di Universitas Baghdad.
1926 • Lahirnya Badr Syakir As-Sayyab penyair muda, yang dianggap penyair Arab terbesar.
1927 • Munculnya drama oleh Syauqi yang berjudul Cleopatra, yang menceritakan hubungan antara ke kaisaran romawi dan kerajaan mesir pada masa bathelius di Alexandria, yang pada waktu itu dikuasai oleh Cleopatra.
1928 • Syauqi diresmikan dan dikukuhkan sebagai Amir Syuaro ( Raja Pujangga) dinegeri Arab.
1930 • Karena kegemarannya terhadap puisi dan cerita detektif, maka tahun ini Najib Mahfudz menciptakan dan menguntai puisi dan menulis cerita-cerita detektif yang ia gemari.
1931 • Meninggalnya Kahlil Gibran dan Jubran kholil Jubran diusianya 48 tahun
1932 • Meninggalnya syauqi dan Hafidz Ibrahim. Sebelum meninggal Syauqi kembali ketanah airnya untuk mengapdikan diri kepada bangsa dan Negara nya terutama dalam bidang sastra sampai menghembuskan nafas terahir pada 13 oktober.
• Berdirinya lembaga bahasa arab Maliki di Mesir oleh Marsum Maliki dibawah naungan deartement peendidikan diCairo
1935 • Meninggalnya pembaharu Jurnalis Muslim Rosyid Ridlo (pendiri gerakan Salaafiyah di Mesir)
1936 • Terbitnya serangkaian bukunya tentang studi-studi Islam terutama bukunya yang berjudul Hayāh Muhammad oleh Muhammad Husein Haekal seorang yang mempunyai pengaruhn besar dalam sastra Arab mutakhir.
• Lahirnya penyair Jamil Sidqi Az-Zahawi yaitu seorang yang dinobatkan sebagai perintis puisi modern di Irak
1938 • Meninggalnya Muhammad Iqbal seorang penyair dan filosof dari india
1939 • Terbitnya novel perdana Abath Al-Aqdar
1945 • Meninggalnya Ma’ruf Ar-Rusafi seorang penyair tua yang bernada keras dan dikenal sebagai pembela hak-hak perempuan
1948 • Meninggalnya Abdurrahman Mahmudz
1949 • Meninggalnya, Ibrahim al-Mazini dan Khalil Mutran , Ibrahim Abd al Qadir al Maziny
1956 • Meninggal seorang sastrawan yang juga dikenal sebagai wartawan terkemuka dan pemikir yaitu Muhammad Husein Haekal
1958 • Udara sastra di Irak mungkin lebih sering diwarnai oleh agitasi politik dan ideologi yang mengakibatkan timbulnya pergolakan dan revolusi, seperti terjadi pada 1958 dan 1960 sampai pada Revolusi 68 yang dikatakan membawa angin baru kepada seni dan budaya dengan diterbitkannya kembali buku-buku sastra
• Muncullah aliran romantik Setelah kesusastraan Arab yang benar-benar menapaki fase modernnya melalui Khalil Mutran sebelumnya.
1964 Meninggalnya Badr Syakir As-Sayyab dan Abbas Mahmud Aqqad penyair muda, yang dianggap juga penyair Arab.
1973 Meninggalnya Pengarang cerita-cerita pendek dan seniman yang menjadi kebanggan yaitu Mesir Mahmud Taimur. Kritik-kritiknya sangat diperhatikan para ahli. Karya-karya Mahmud Taimur sudah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
1988 • Penerimaan nobel dari bidang sastra oleh Najib Mahfudz atas kerja kerasnya memajukan Ssastra arab yang telah mencapai kematangan sehingga ia mendapah predikat sebagai bapak novel arab. Novel terakhirnya yang dipublikasikan yaitu “Qusthamir”
1997 • Najib Makhfudz Pada usia yang relative senja masih eksis menulis cerita pendek yaitu antologi al-Shamu yang terbit pada tahun ini, yang diterbitkan oleh maktabah al-Usroh Kairo Mesir.

Jumat, 01 Mei 2015

khiyar

A. PENGERTIAN KHIYAR
Secara bahasa, khiyar artinya: Memilih, menyisihkan, dan menyaring. Secara umum artinya adalah menentukan yang terbaik dari dua hal (atau lebih) untuk dijadikan orientasi.
Sedangkan menurut istilah ulama fiqih, khiyar artinya: Hak yang dimiliki orang yang melakukan perjanjian usaha untuk memilih antara dua hal yang disukainya, meneruskan perjanjian tersebut atau membatalkannya.
B. HIKMAH DISYARIATKANNYA KHIYAR
Khiyar ini sangat penting dalam transaksi untuk menjaga kepentingan, kemaslahatan dan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan kontrak serta melindungi mereka dari bahaya yang mungkin menimbulkan kerugian bagi mereka. Dengan demikian khiyar disyariatkan oleh Islam untuk memenuhi kepentingan yang timbul dari transaksi bisnis dalam kehidupan manusia.
Hikmah-hikmah yang mengharuskan melakukan khiyar, dapat disimpulkan sebagaimana berikut:
1. Untuk membuktikan dan mempertegas adanya kerelaan dari pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian.
2. Supaya pihak penjual dan pembeli merasa puas dalam urusan jual beli.
3. Untuk menghindarkan terjadinya penipuan dalam urusan jual beli
4. Untuk menjamin kesempurnaan dan kejujuran bagi pihak penjual dan pembeli.
C. MACAM-MACAM KHIYAR (HAK PILIH)
Khiyar dalam akad jual beli itu banyak sekali macamnya. Menurut ulama Hanafiyah jumlah khiyar ada 17 macam. Ulama Malikiyah membagi khiyar menjadi dua bagian yaitu khiyar at-tarawwi (melihat, meneliti), yakni khiyar secara mutlak dan khiyar naqishah (kurang), yakni apabila terdapat kekurangan atau aib pada barang yang dijual. Ulama Syafi’iyah berpendap bahwa khiyar terbagi dua; Pertama, khiyar at-tasyahhi, yakni khiyar yang menyebabkan pembeli memperlamakan transaksi sesuai dengan seleranya terhadap barang, baik dalam majlis maupun syarat. Kedua, khiyar naqhisah yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafazh atau adanya kesalahan dalam pembuatan atau pergantian. Sedangkan ulama Hanabilah berpendapat khiyar itu ada delapan macam, yaitu; Khiyar Masjlis, Khiyar Syarat, Khiyar Ghubn, Khiyar Tadlis, Khiyar Aib, Khiyar Takhbir Bitsaman, Khiyar bisababi takhaluf, Khiyar ru’yah. (Lihat Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu, karya Wahbah Az-Zuhaili, , JUz IV, Hlm. 519-522, Damaskus, Dar Al-Fikri, cet. Ke-2 th.1985).
Namun untuk kajian kita kali ini hanya akan dibahas dua macam khiyar, yaitu khiyar majlis dan khiyar syarat. Sedangkan macam-macam khiyar lainnya akan kita bahas pada edisi mendatang, insya Allah.
Pertama: Khiyar Majlis (Hak Pilih di Lokasi Perjanjian)
Yang dimaksud dengan khiyar majlis adalah hak pilih bagi pihak-pihak yang melakukan perjanjian untuk membatalkan perjanjian atau melanjutkannya selama belum beranjak dari lokasi perjanjian.
Khiyar majlis ini sah menjadi milik si penjual dan si pembeli semenjak dilangsungkannya akad jual beli hingga mereka berpisah, selama mereka berdua tidak mengadakan kesepakatan untuk tidak ada khiyar, atau kesepakatan untuk menggugurkan hak khiyar setelah dilangsungkannya akad jual beli atau seorang di antara keduanya menggugurkan hak khiyar-nya, sehingga hanya seorang yang memiliki hak khiyar.
Khiyar ini terbatas hanya pada akad-akad yang diselenggarakan oleh dua pihak seperti akad muawazhot (tukar menukar seperti jual beli) dan ijaroh (persewaan).
Landasan dasar disyariatkannya khiyar ini adalah hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda, “Apabila ada dua orang melakukan transaksi jual beli, maka masing-masing dari mereka (mempunyai) hak khiyar, selama mereka belum berpisah dan mereka masih berkumpul atau salah satu pihak memberikan hak khiyarnya kepada pihak yang lain. Namun jika salah satu pihak memberikan hak khiyar kepada yang lain lalu terjadi jual beli, maka jadilah jual beli itu, dan jika mereka telah berpisah sesudah terjadi jual beli itu, sedang salah seorang di antara mereka tidak (meninggalkan) jual belinya, maka jual beli telah terjadi (juga).” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 332 no: 2112, Muslim 1163 no: 44 dan 1531, dan Nasa’i VII: 249).
Dan haram meninggalkan majlis (tempat berlangsungnya akad/perjanjian) kalau khawatir dibatalkan. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَفْقَةَ خِيَارٍ وَلاَ يَحِلُّ لَهُ أَنْ يُفَارِقَ صَاحِبَهُ خَشْيَةَ أَنْ يَسْتَقِيلَهُ
“Pembeli dan penjual (mempunyai) hak khiyar selama mereka belum berpisah, kecuali jual beli dengan akad khiyar, maka seorang di antara mereka tidak boleh meninggalkan rekannya karena khawatir dibatalkan.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 2895, ‘Aunul Ma’bud IX: 324 no: 3439 Tirmidzi II: 360 no: 1265 dan Nasa’i VII: 251).
Kedua: Khiyar Syarat (hak pilih berdasarkan persyaratan)
Yaitu kedua orang yang sedang melakukan transaksi jual beli mengadakan kesepakatan menentukan syarat, atau salah satu di antara keduanya menentukan hak khiyar sampai waktu tertentu, maka ini dibolehkan meskipun rentang waktu berlakunya hak khiyar tersebut cukup lama.
Dasar disyariatkannya hak pilih ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ يَخْتَارَا
“Sesungguhnya dua orang yang melakukan jual beli mempunyai hak khiyar dalam jual belinya selama mereka belum berpisah, atau jual belinya dengan akad khiyar.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari IV: 326 no: 2107, Muslim III: 1163 no: 1531 dan Nasa’i VII: 248).
Dan juga berdasarkan hadits Habban bin Munqidz radhiyallahu ‘anhu. Ia sering kali tertipu dalam jual beli karena ketidak-jelasan barang jualan, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan kepadanya hak pilih. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا بَايَعْتَ فَقُلْ لاَ خِلاَبَةَ
“Kalau engkau membeli sesuatu, katakanlah, ‘Tidak ada penipuan’.” (HR. Bukhari dalam kitab al-buyu’, bab ma yukrahu min al-khida’ fi al-bai’, no.2117, dan dalam kitab al-hiyal, no.4964; dan Muslim dalam kitab al-buyu’, bab man yukhda’u fil bai’, no.1533).
Dari sisi lain, terkadang memang amat dibutuhkan adanya hak pilih semacam ini, ketika pengalaman berniaga kurang dan perlu bermusyawarah dengan orang lain, atau karena alasan lainnya. Kemudian para ulama berbeda pendapat berkenaan dengan masa tenggang memutuskan pilihan tersebut. Ada di antara ulama yang membatasi hanya tiga hari saja. Ada juga yang menyatakan boleh lebih dari itu, tergantung kebutuhan.
Hak pilih ini juga bisa dimiliki oleh selain pihak-pihak yang sedang terikat dalam perjanjian menurut mayoritas ulama demi merealisasikan hikmah yang sama dari disyariatkannya persyaratan hak pilih bagi pihak-pihak yang terikat tersebut. Pendapat ini ditentang oleh Zufar dan Imam Asy-Syafi’i dalam salah satu pendapat beliau. Namun pendapat mayoritas ulama dalam persoalan ini lebih tepat.
Hak pilih persyaratan masuk dalam berbagai perjanjian permanen yang bisa dibatalkan. Adapun akad nikah, thalaq (perceraian), khulu’ (gugatan cerai dari istri) dan sejenisnya tidak menerima hak pilih yang satu ini, karena semua akad tersebut secara asal tidak bisa dibatalkan. Demikian pula hak pilih ini (khiyar syarat) tidak berlaku pada akad atau perjanjian yang tidak permanen seperti akad mudharabah (bagi hasil) dan akad syarikah (kontrak kerjasama dalam usaha). (lihat Fiqhu As-Sunnah, karya Sayyid Sabiq juz III hlm.177).
Demikian penjelasan singkat tentang khiyar majlis dan khiyar syarat. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Amin

Kamis, 30 April 2015

bahasa sebagai kajian linguistik



BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada tahap sebelum perumusan teori linguistik, seperti pada tahap spekulasi, pada tahap klasifikasi dan observasi, para ahli bahasa mengadakan pengamatan dan penggolongan terhadap bahasa-bahasa yang diselidiki, dan sampai pada perumusan teori.
Dalam sejarah kajian kebahasaan dan perkembangannya, linguistik dipenuhi dengan berbagai aliran, paham, dan pendekatan yang dari luar tampaknya sangat ruwet. Namun sebenarnya semua itu akan menambah wawasan kita tentang bidang dan kajian linguistik. Lebih lanjut akan dibicarakan tentang Bahasa Sebagai Objek Kajian Linguistik. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan yang lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia pasti menggunakan bahasa untuk berinteraksi satu sama lain.
Uraian tentang hakikat bahasa sebenarnya sudah memberikan gambaran tentang karakteristik bahasa. Dalam urian bentuk ditegaskan secara lebih eksplisit tentang karakteristik bahasa itu. Para ahli bahasa pada umumnya memberikan hakikat bahasa dengan menyajikan karakteristiknya, di samping dengan menyajikan definisinya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa objek linguistik ?
2. Apa yang dimaksud dengan bahasa ?
3. Apa karakteristik dan fungsi bahasa ?
4. Adakah perbedaan istilah parole, langue dan langage ?




C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini, antara lain :
1. Ingin mengetahui tentang bahasa sebagai objek kajian linguistik.
2. Ingin mengetahui tentang pengertian bahasa.
3. Ingin mengetahui tentang karakteristik dan fungsi bahasa.
4. Ingin mengetahui tentang perbedaan istilah parole, langue dan langage.


D. MANFAAT PENULISAN
Untuk penulis : semoga dengan menulis makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman penulis.
Untuk pembaca : semoga dengan membaca makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman pembaca.













BAB II
PEMBAHASAAN

A.Objek Linguistik Bahasa
Linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajianya. Sebagai ilmu, linguistik kini sudah diakui keotonomianya karena linguistik telah mengembangkan satu prosedur dalam tata cara penelitianya. Linguistik mendekati bahasa sebagai bahasa, sebagai satu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, unik, produktif, dinamis, dan bervareasi ( tentang ciri-ciri hakikat bahasa ini lebih jauh lihat Chaer (1994) atau Sibarani(1992)
1. Pengertian Bahasa
Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga sering kali membingungkan. Untuk jelasnya, coba perhatikan pemakaian kata bahasa dalam kalimat berikut!

• Dika belajar bahasa inggris, nila belajar bahasa jepang.
• Manusia mempunyai bahasa, sedangkan binatang tidak.
• Hati-hati bergaul dengan anak yang tidak tahu bahasa itu.
• Dalam kasus itu ternyata lurah dan camat tidak mempunyai bahasa yang sama.
• Katakanalah dengan bahasa bunga!
• Pertikaian itu tidak bisa diselesaikan dengan bahasa militer.
• Kalau dia memberi kuliah bahasanya penuh dengan kata dari pada dan akhiran ken.
• Kabarnya, nabi sulaiman mengerti bahasa semut.
Kata bahasa pada kalimat pertama, jelas menunjukan pada bahasa tertentu. Jadi, menurut peristilahan de Saussure adalah sebuah langue. Pada kalimat ke-2, kata bahasa menunjuk bahasa pada umumnya; jadi, suatu langage. Pada kalimat ke-3 kata bahasa berarti ‘sopan santun’; pada kalimat ke-4 kata bahasa berarti ‘kebijakan dalam bertindak ‘; pada kalimat ke-5 kata bahasa berarti ‘maksud-maksud dengan bunga sebagai lambang ‘; pada kalimat ke-6 kata bahasa berarti ‘dengan cara ‘; dan pada kalimat ke-7 kata bahasa berarti ‘ujarannya‘; pada kalimat ke-8 kata bahasa bersifat hipotetis.
Dari keterangan diatas bisa disimpulkan hanya pada kalimat (1), (2), dan (7) saja kata bahasa itu digunakan secara harfiah, sedangkan pada kalimat lain digunakan pada secara kias. Bahasa sebagai objek linguistic adalah seperti yang digunakan pada kalimat (1) , kalimat (2), dan kalimat (7). Pada kalimat (1) bahasa sebagai langue, pada kalimat (2) bahasa sebagai langage, dan pada kalimat (7) bahasa sebagai parole.

Dalam pendidikan formal disekolah menengah, kalau ditanyakan apakah bahasa itu, biasanya akan dijawab, “Bahasa adalah alat komunikasi”. Jawaban ini tidak salah, tetapi juga tidak benar, sebab jawaban itu hanya menyatakan “Bahasa adalah alat”. Jadi, fungsi dari bahasa itu yang dijelaskan, bukan “sosok” bahasa itu sendiri. Memang benar. Fungsi bahasa adalah alat komunikasi bagi manusia, tetapi pertanyaan yang diatas bukan“Apakah fungsi bahasa?”, melainkan “Apakah bahasa itu?”. Maka jawabannya haruslah berkenaan dengan “sosok” bahasa itu. Bukan tentang fungsinya. Jawaban, bahwa “Bahasa adalah alat komunikasi”, untuk pertanyaan “apakah bahasa itu ?” memang wajar terjadi karena bahasa itu adalah fenomena social yang banyak seginya. Sedangkan segi fungsinya tampaknya merupakan segi yang paling menonjol diantara segi-segi yang lainnya. Karena itu tidak mengherankan kalu banyak juga pakar yang membuat definisi tentang bahasa dengan pertama-tama menonjolkan segi fungsinya itu, seperti Sapir (1221:8). Badudu (1989:3), dan Keraf (1984:16). Jawaban terhadap pertanyaan “apakah bahasa itu?” yang tidak menonjolkan fungsi tetapi menonjolkan “sosok” bahasa itu adalah seperti yang dikemukakan Kridalaksan (1983, dan juga dalam Djoko Kentjono 1982): “Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok social untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri”. Definisi ini sejalan dengan definisi dari Barber (1964:21), Wardhaugh (1977:3) Trager (1949:18), de Saussure (1966:16), dan Bolinger (1975:15).

2. Karakteristik Bahasa



















Langage adalah sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara verbal diantara sesama pemakai bahasa. Langage ini bersifat abstrak. [6] dan juga bersifat universal [7], sebab langage adalah satu sistem lambang bunyi yang digunakan manusia pada umumnya, bukan manusia pada suatu tempat atau masa tertentu. Dalam bahasa Indonesia langage bisa dipadankan dengan kata bahasa seperti terdapat dalam kalimat “ manusia mempunyai bahasa, binatang tidak”. Jadi, penggunaan istilah bahasa dalam kalimat tersebut, sebagai padanan kata langage, tidak mengacu pada salah satu bahasa tertentu, melainkan mengacu pada bahasa umumnya sebagai sarana komunikasi manusia.



Istilah kedua dari konsep de Saussure [8]tentang bahasa adalah langue, [9] langue adalah sebuah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Langue mengacu pada satu sistem lambang bunyi tertentu yang jika dipadankan dengan bahasa dalam bentuk kalimat “Joni belajar bahasa Arab, sementara Taufik belajar bahasa Sunda”. Sebagaimanalangage, langue juga punya pola, keteraturan, atau kaidah-kaidah yang dimiliki manusia, akan tetapi kaidah-kaidah itu bersifat abstrak alias tidak nyata-nyata digunakan.



Jika istilah langage dan langue bersifat abstrak, maka istilah yang ketiga dari konsep Saussure tentang bahasa yaitu Parole itu bersifat konkret. Karena parole itu merupakan pelaksanaan dari langue dalam bentuk ujaran/tuturan yang dilakukan oleh anggota masyarakat di dalam berinteraksi atau berkomunikasi dengan sesamanya. Dalam bahasaIndonesia bisa dipadankan dengan bahasa dalam kalimat “ Kalau Kiayi Abd Wafi pidato, bahasanya penuh dengan kata demikian”. Jadi parole itu bersifat nyata, dan dapat diamati secara empiris.



Dari pembahasan mengenai istilah langage, langue dan parole diatas terlihat bahwa kata atau istilah bahasa dalam bahasa Indonesia menanggung beban konsep yang amat berat. Ketiga istilah dalam bahasa Perancis menurut konsep de Saussure [10] tersebut dipadankan dengan satu kata bahasa (dalam bahasa Indonesia), walaupun konteksnya berbeda-beda.

ulumul hadits

MAKALAH ULUM AL-HADIST
ULUM HADITS DAN CABANG CABANGNYA : TARIKH AR-RUWAH, ILMU I’LAL HADIST, ILMU GHARIB HADIST DAN NASAKH MANSUKH.






KATA PENGANTAR
Mengawali kata pengantar penulisan makalah ini,tidak ada kalimat yang paling tepat untuk menuneikan puji syukur kepada dzat yang maha terpuji yaitu allah swt, shalawat serta salam, kita haturkan kepada nabi muhammad saw serta segenap keluarga dan sahabat-sahabatnya bahkan umatnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan kali ini pemakalah akan membahas tentang “Ulum hadits dan cabang cabangnya : tarikh ar-ruwah, ilmu i’lal hadist, ilmu gharib hadist dan nasakh mansukh” dengan menjelaskan pengertiannya dan menjelaskan ilmu tesebut.
Kiranya penulisan makalah ini tidak dapat dikatakan sempurna, karena ini hanya satu upaya dan usaha kecil untuk menambah pengetahuan kita tentang pembahasan ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Demikian makalah ini kami tulis, atas saran dan keritiknya kami harapkan untuk penyempurnaan di hari esok.
















BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Seluruh umat islam telah menerima faham,bahwa hadits rasulullah saw itu sebagai pedoman hidup yang utama, setelah al-qur’an. Tingkah laku manusia yang tidak di tegaskan ketentuan hukumnya,tidak diterangkan cara mengamalkannya,tidak diperincikan menurut petunjuk dalil yang masih utuh,tidak di khususkan menurut petunjuk ayat yang masih muthlak dalam al-qur’an.
Dalam ilmu hadist juga terdapat ilmu-ilmu yang yang menjelaskan hal ihwal para perawi,ke shahihan dan ke dhoifan suatu hadits. Telah diterangkan bahwa ilmu tawarikhi r-uwah itu termasuk dari ilmu rijali’l hadist .jika ilmu rijali’ lil hadist membicarakan hal ihwal dan biografi para perawi pada umumnya, dan masih banyak lagi dalam makalah ini pembahasan dalam ilmu hadits, seperti ilmu ghorib al hadits, yaitu Ilmu gharib al-hadist adalah lafadz-lafadz yang terdapat dalam matan hadist yang sulit dikenal dan difahami maknanya.
Ilmu illal al-hadits, yaitu : ’ suatu sebab yang tersembunyi yang membuat cacat suatu hadist yang nampaknya tiada bercacat itu. Dan lain sebagainya.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas mengenai macam-macam ilmu musthalahul hadits maka dapat dirumuskan ruang lingkup permasalahan yang dibahas didalamnya :
1.apakah tarikh ar-ruwah dan penjelasannya
2.apakah ilmu ‘illal hadits dan kitab-kitabnya ?
3.apakah ilmu ghorib al-hadits?
4.apakah nasakh mansukh?
C.Tujuan Pembahasan
Dari perumusan masalah diatas maka dapat dijabarkan tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut :
1.mengetahui ilmu tawarikh al-hadits dan lain-lainnya yang berkaitan dengan ilmu tersebut
2.mengetahui ilmu illal hadits
3.mengetahui ilmu gharib al-hadits dari suatu hadits
4.mengetahui ilmu nasikh wa’l manshuk.


BAB II
PEMBAHASAN

A.ILMU TARIKH AR-RUWAH
Telah diterangkan bahwa ilmu tawarikhi r-uwah itu termasuk dari ilmu rijali’l hadist .jika ilmu rijali’ lil hadist membicarakan hal ihwal dan biografi para perawi pada umumnya, maka ilmu tawarikh ar-ruwah ini membahas tentang kapan dan dimana seorang rawi dilahirkan,dari siapa ia menerima hadist, siapa orang yang pernah mengambil hadist daripadanya dan akhirnya diterangkan pula dimana dan kapan ia wafat.
Dr. Muhammad a’jjaj al-khatib menta’rifkan ilu tawarikh ar-ruwah itu ialah :
“ilmu untuk mengetahui para rawi dalam hal-hal yag bersangkutan dengan meriwayatkan hadist. Karena itu ia mencakup keterangan hal ihwal para perawi, tanggal lahir,tanggal wafat, guru-gurunya, tanggal kapan mendengar dari guru-gurunya, orang-orang yang berguru kepadanya,kota dan kampung halamannya,perantauannya, tanggal kunjungannya ke negeri-negeri yang berbeda, mendengarnya hadist dari sebagian guru sesudah dan sebelum ia lanjut usia dan lain sebagainya yang ada hubungannya dengan masalah perhadistan.

Kitab-Kitab Tarikh Ar-Ruwah.
Sebagian muhadistin dan muarrikhin (ahli tarikh) dalam menyusun kitab tarikh ar-ruwah mengetengahkan tahun wafat para rawi,lalu diterangkan biografinya dan akhirnya diterangkan pula jumlah hadits-hadistnya.
Kitab-kitab tarikhi’r ruwah yang harus diketahui oleh penggali sunnah rasulullah antara lain ialah :
1. At-tarikhul-kabir karya imam muhammad bin ismail al-bukhari (194-252 H)
2. Tarikh nisabur, karya imam muhammad bin abdullah al-hakim an-nisabury (321-405 H).
3. Tarikh baghdad, karya abu bakar ahmad ali al-baghdadi , yang terkenal dengan nama al-khatib al-baghdady (392-463 H ).
4. Al-ikmal firaf’il-ibtiyab ‘anil mu’talif wal-mukhtalif minal asma’i wa’l kuna terkenal dengan nama ibnu ma’kula al-baghdady (421-468 H).
5. Tahdzibu’l-kamal fi asma’ir-rijal, karya al-hafidz jamaluddin abi hajaj yusuf al-mizzay ad-dimasyqy (654-742 H).

B.ILMU I’LAL HADITS
Pengertian i’lalil hadist
Yang disebut i’llat suatu hadist menurut istilah muhaditsin ialah :’ suatu sebab yang tersembunyi yang membuat cacat suatu hadist yang nampaknya tiada berccat itu.
Dengan mengetahui arti i’llat hadist,maka dapatlah ditetapkan ta’rif ilmu i’lali’l hadist sebagai berikut :
“yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab yang samar-samar lagi tersembunyi dari segi membuat kecacatan suatu hadist. Seperti memuthasilkan (menganggap bersambung) sanad suatu hadist yang sebenarnya sanad itu mungqhoti (terputus), merafa’kan (mengangkat sampai kepada nabi) berita yang mauquf (yang berakhir kepada sahabat),menyisipkan suatu hadist pada hadist yang lain, meruwetkan sanad dengan matannya atau lain sebagainya.
Tempat-tempat ‘illat
Illat hadist itu terdapat pada :
a. Sanad
b. Matan,dan
c. Sanad dan matan bersama-sama.
a.pada sanad
illat yang terdapat didalam sanad itulebih banyak terjadi jika di bandingkan dengan illat yang terdapat pada matan. Misalnya sabda rasulullah saw :
“kedua orang penjual dan pembeli itu mempunyai hak khiyar selama mereka belum berpisah”
b.pada matan
illat pada matan itu tidak sebanyak illat yang terdapat pada sanad . sebagian contoh hadist yang ber’illat pada matannya ialah hadist yang diriwayatkan oleh ibrahim bin thuhman :
“apabila seseorang dari kamu bangun dari tidur , cucilah kedua telapak tangannya 3 kali sebelum dimasukkannya ke tempat air wudhu’.sebab ia tidak mengetahui kemana tanganya semalam”

c.pada sanad dan matan.
‘illat yang terdapat pada sanad dan matan mempunyai pengaruh yang mencacatkan kepada kedua (sanad dan matan). Contoh hadist yang ber’illat pada sanad dan matan seperti hadist yang diriwayatkan oleh baqiyah bin walid :
“barang siapa mendapatkan satu raka’at dari shalat ju’ma’ah maka berarti ia mendapatkan shalat itu dengan sempurna”
“barang siapa mendapatkan satu raka’at dari suatu shalat ,maka berarti ia mendapatkan shalat itu dengan sempurna”
Macam-macam ‘illat hadist
Al-hakim abu abdillah membagi ‘illat hadist itu menjadi 10 macam, yakni :
1. Keadaan sanad itu menurut lahirnya adalah shahih akan tetapi setelah diadakan penelitian ternyata bahwa ada salah seorang rawi yang mendengar sendiri dari rawi yang dijadikan sandaran penerimaan berita, yang lebih terkenal dengan sanad yang mungqhoti’.contohnya ialah seperti hadist kaffara tul majlis.
2. Keadaan hadist yang diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah(dhobit lagi hafidz) adalah mursal akan tetapi hadist itu diriwayatkan secara marfu’.
3. Keadaan hadist yang diriwayatkan dari seorang sahabat yang sudah tertentu itu adalah mahfudz, akan tetapi hadist tersebut diriwayatkan dari sahabat lain yang berbeda domisilinya dan ternyata (nilainya) adalah syadz (langka).(mengsyadzkan hadist yang mahfudz).
4. Keadaan hadist yang diriwayatkan seorang shahaby yang sudah tertentu itu adalah mahfudz akan tetapi hadist itu diriwayatkan dari seorang tab’iy dan diduga (waham) shahih.( mewahamkan sanad hadist yang mahfudz).
5. Meriwayatkan secara an-anah suatu hadist yang sanadnya telah diggurkan seorang atau beberapa orang.
6. Adanya keberlainan rawi dalam menyandarkan (mengisnadkan) pemberitaan dengan mengisnadkan rawi lain yang lebih kuat.( melawani pengisnadan rawi yang lebih tsiqah).
7. Adanya kelainan nama guru dari seorang rawi yang memberikan hadist kepadanya dengan nama guru dari rawwi-rawi lain yang lebih tsiqoh daripadanya atau dalam meriwayatkan nya rawi tersebut enggan menyebutkan nama gurunya secara jelas. (mentadliskan syuyukhkan hadist yang mahfudz
8. Meriwayatkan hadist yang belum pernah didengar dari gurunya walaupun sang guru itu pernah memberikan hadist lain kepadanya. (mentadlis isnadkan hadist yang mahfudz).
9. Keadaan hadist itu sudah mempunyai sanad tertentuakan tetapi salah seorang rawinya meriwayatkan hadisttersebut dari sanad lain diluar sanad yang tertentu itu secara waham (duga-duga).(mengisnadkan secara waham suatu hadist yang sudah musnad.
10. Memauqufkan hadist yang marfu’




Kitab-kitab i’lalul hadist
Kitab-kitab ilalul hadist yang muncul sebelum abad IV antara lain ialah :
1.at-tarikh wal ‘ilal, karya imam al hafidz yahya bin ma’n (158-233 H)
2.’ilalul hadist,karya imam ahmad bin hambal (164-241 H).
3.al-musnadul mu’allal,karya al-hafidz ya’qub bin syaibah as-sudusy al-bashry,(182-279 H).
4.al-‘illal,karya al-imam muhammad bin isa at-turmudzi(209-279 H) .

C.ILMU GHARIB AL-HADISTS
Ilmu gharib al-hadist adalah lafadz-lafadz yang terdapat dalam matan hadist yang sulit dikenal dan difahami maknanya.
Didalam memahami makna matan suatu hadist,kadang-kadang kita menjumpai susunan kalimat yang sukar untuk dipahamkan maksudnya dengan segera.agar susunan kata –kata tersebut mudah dipahamkan kandungannya yang dimaksud dan agar semuanya terhindar dari menafsirkan matan hadist secara purbasangka,terutama penafsiran yang didorong oleh kemauan pribadi , bangkitlah beberapa ulama menyusun suatu ilmu tersendiri , sebagai cabang ilmu hadist dalam bidang permatanan . ilmu ini di sebut ilmu gharibil hadist.
Cara-cara menafsirkan keghariban al-hadist
Para muhaditsin mengemukakan hal-hal yang dapat digunakan untuk menafsirkan keghariban matan hadist. Diantara hal-hal yang dipandang baik untuk menafsirkan keghariban hadist ialah :
1. Hadist yang sanadnya berlainan dengan hadist yang bermatan gharib tersebut.
2. Penjelasan dari sahabat yang meriwayatkan hadist atau dari sahabat lain yang tidak meriwayatkannya.
3. Penjelasan dari rawi selain sahabat.
Perintis ilmu gharibil hadist dan kitab-kitabnya
Kebanyakan muhaditsin menganggap bahwa perintis ilmu gharibil hadist itu adalah abu ubaidah ma’mar bin mutsanna at-taimy,salah seorang ulama hadist yang berasal dari kota bashrah. Beliau meninggal pada tahun 210 H.



Adapun kitab gharibil hadist yang sangat berguru dalam memahami al-hadist yaitu
1. Gharibil hadist , oleh abu ubai al qasim bin salam (157-224 H)
2. Al-faiqhu fi gharibil hadist,karya abul qasim jarullah mahmud bin umar az-zumakhsyary(468-538 H).
3. An-nihayah figharibil hadist wal atshar,karya imam majdudin abi sa’adatal-mubarok bin muhammad (ibnu’l atsir) al-jazary (544-606 H)

D.ILMU NASIKH MANSUKH
Ilmu pengetahuan yang membahas tentang hadts yang dating terkemudian sebagai penghapus terhadap ketentuan hokum yang berlawanan dengan kandungan hadits yangdatang lebih dahulu disebut ilmu nasikh wa’l mansukhpara muhaditsin memberikan ta’rif ilmu itu secara lengkap ialah :
“ilmu yang membahas hadits-hadits yang saling berlawanan maknanya yang tidak mungkin dapat dikompromikan dari segi hokum yang terdapat pada sebagiannya,karena ia sebagai nasikh (penghapus) terhadap hokum yang terdapat pada sebagian yang lain, karena ia sebagai mansukh (yang dihapus). Karena itu hadits yang mendahului adalah sebagai mansukh dan hadits yang terakhir adalah senagai nasikh.”
Naskh terjadi pada zaman rasulullah saw.terhadap sejumlah besar hukum , yang sebagian diantaranya disebabkan oleh berangsurnya perubahan pola hidup manusia meninggalkan pola hidup jahiliyah yang bathil pengalaman ajaran islam yang luhur.
Mengetahui hadis yang mengandung naskh adalah salah satu ilmu yang sanga penting dan tidak tertarik kepadanya kecuali para tokoh imam fikih. Al-zuhri berkata , para fuqaha telah mengerahkan segala tenaga dan pikiran untuk mengetahui hadist rasulullah saw. Yang berkedudukan sebagai nasikh (yang menghapus) dan hadist yang berkedudukan sebagai mansukh (yang dihapus).
Imam ali pernah bertemu dengan seorang qadhi lalu bertanya “apakah kamu dapat membedakan antara hadist yang nasikh dan hadits yang mansukh?” ia menjawab, “tidak” imam berkata,”kamu celaka dan mencelakakan.
Nasakh dapat diketahui melalui beberapa hal berikut.
a. Ditetapkan dengan tegas oleh rasulullah saw,seperti hadits:
نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها.
“Semula aku melarangmu untuk berziarah ke kubur,tetapi sekarang berziarahlah”.
b. Melalui pemberitahuan seorang sahabat,seperti hadis jabir bin abdullah r.a., ia berkata: كان اخر الآمرين من رسول الله صلى الله عليه وسلم ترك الوضوء مما مست النار
“ dua perintah terakhir rasulullah saw,adalah tidak perlu berwudhu karena memakan makanan yang tersentuh api.(H.R. abu daud dan an-nasa’i)
c. Melalui fakta sejarah,seperti hadits syidad bin aus dan lainnya yang menjelaskan bahwa rasulullah saw, bersabda : افطر الحاجم والمحجوم
“orang yang melakukan bekam dan orang yang dibekam batal puasanya”.
Dan hadis ibnu abbas r.a., ia berkata:ان النبي صلى الله عليه و سلم احتجم وهو صائم
“sesungguhnya rasulullah saw, berbekam. Padahal beliau sedang berpuasa”.
Al imam al-muthalibi Muhammad bin idris al-syafi’I menjelaskan bahwa hadits yang kedua merupakan nasikh terhadap hadis yang pertama. Buktinya cukup unik,yakni diriwayatkan kepadanya bahwa syidad pada masa-masa penaklukan kota makkah bersama rasulullah saw.ketika rasul melihat seseorang berbekam pada siang hari bulan ramadhan.

















KESIMPULAN
Ilmu tarikh ar-ruwah adalah “ilmu untuk mengetahui para rawi dalam hal-hal yag bersangkutan dengan meriwayatkan hadist.
i’llat suatu hadist menurut istilah muhaditsin ialah :’ suatu sebab yang tersembunyi yang membuat cacat suatu hadist yang nampaknya tiada berccat itu.
Illat hadist itu terdapat pada :
a. Sanad
b. Matan,dan
c. Sanad dan matan bersama-sama.
Ilmu gharib al-hadist adalah lafadz-lafadz yang terdapat dalam matan hadist yang sulit dikenal dan difahami maknanya
Ilmu nasakh wa’l mansukh ialah“ilmu yang membahas hadits-hadits yang saling berlawanan maknanya yang tidak mungkin dapat dikompromikan dari segi hokum yang terdapat pada sebagiannya,karena ia sebagai nasikh (penghapus) terhadap hokum yang terdapat pada sebagian yang lain, karena ia sebagai mansukh (yang dihapus). Karena itu hadits yang mendahului adalah sebagai mansukh dan hadits yang terakhir adalah senagai nasikh.”
Nasakh dapat diketahui melalui beberapa hal :
1. Ditetapkan dengan tegas oleh rasulullah saw.
2. Melalui pemberitahuan seorang sahabat.
3. Melalui fakta sejarah.










DAFTAR PUSTAKA

Itr,nuruddin. Ulumul Hadis. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2012 , cet. Ke-1
Rahman,fatchur. Ikhtisar Musthalahul Hadits. Bandung : PT Alma’arif. 1947,
Cet. Ke-1.
luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com