Senin, 27 April 2015

Teologi Islam : akal dan wahyu

KATA PENGANTAR

puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Sholawat teriringkan salam senantiasa terlimpah curahkan atas baginda alam Nabi SAW yang telah membawa umatnya dari alam gelap gulita menuju alam yang terang benderang seperti sekarang ini.
Alhamdulillah pada tugas ini kami susun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang. AKAL DAN WAHYU , dan pada tugas ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah SWT akhirnya tugas ini dapat terselesaikan.
Tugas ini memuat tentang “AKAL DAN WAHYU ” yang sangat perlu untuk di pelajari. Walaupun mungkin masih kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Semoga apa yang berada pada buku ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca untuk mengetahui dan mempelajari prosesnya penerimaan dan penyebaran hadis. Walaupun ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Ciputat, 12 November 2013

Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian akal dan wahyu 2
o Pandangan kaum Mu’tazilah………...………………………………. 3
o Pandangan kaum Asy’ariyah…………………………………………...3
o Pandangan kaum Maturidiah…………………………………………...3





BAB III PENUTUP
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Teologi sebagai ilmu yang membahas soal ketuhanan dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan, memakai akal dan wahyu dalam memperoleh pengetahuan tentang kedua soal tersebut.Akal sebagai daya berpikir yang ada dalam diri manusia, berusaha keras untuk sampai kepada Tuhan, dan wahyu sebagai pengkhabaran dari alam metafisika turun kepada manusia dengan keterangan-keterangan tentang Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan.
Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam umumnya dikenal adanya dua corak pemikiran Islam, yaitu pemikiran kalam yang bercorak rasional dan pemikiran kalam yang bercorak tradisional.Pemikiran kalam yang bercorak rasional adalah pemikiran kalam yang memberikan kebebasan berbuat dan berkehendak kepada manusia, daya kuat kepada akal, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan yang terbatas serta tidak terikat kepada makna harfiah dalam memberi interpretasi ayat-ayat al-Quran. Pemikiran kalam ini akan melahirkan sikap hidup dinamis dalam diri manusia. Faham ini terdapat dalam aliran Mu'tazilah dan Maturidiyah Samarkhan. Sedangkan pemikiran Kalam yang bercorak tradisional adalah pemikiran kalam yang tidak memberikan kebebasan berkehendak dan berbuat kepada manusia, daya yang kecil bagi akal, kekuasaan kehendak Tuhan yang berlaku secara mutlak-mutlaknya serta terikat kepada makna harfiah dalam memberi makna-interpretasi ayat-ayat al-Qur'an.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut di atas, maka muncullah beberapa persoalan sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Akal dan Wahyu
2. Bagaimana Pandangan Teologi Islam Mengenai Konsep Peran akal dan Wahyu
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Akal dan Wahyu
2.Mengetahui Perbedaan Pandangan Teologi Islam Tentang Konsep Peran Akal dan Wahyu.


BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Akal dan Wahyu
1. Akal
Kata akal berasal dari bahasa ‘arab al’aqlu yang berarti paham, mengerti, atau berfikir.Kata ini identik dengan kata nous dalam bahasa yunani yang berarti daya fikir yang terdapat dalam jiwa manusia.Pada zaman jahiliyyah term akal digunakan dalam arti kecerdasan praktis, yang dalam istilah psikologi kecakapan memechkan masalah.
Dalam islam, akal mendapat perhatian dan penghargaan yang tinggi. Tidak sedikit ayat al-Qur’an atau hadits yang menganjurkan manusia agar menggunakan akalnya atau berfikir dengan baik dalam memahami ajaran-ajaran agama atau mengembangkan ilmu pengetahua.
Akal di berikan Allah kepada seluruh umat manusia agar manusia dapat berfikir dan berhasil menemukan kebenaran.Pada umumnya akal banyak digunakan oleh kaum rasionalis dan para filosof.Sedangkan wahyu hanya diturunkan kepada para Nabi Rasul Allah, selanjutnya para Nabi dan Rasul itulah yang menyampaikan kepada umat manusia.
Jadi, akal dalam pengertian Islam tidaklah otak, tetapi adalah daya berpikir yang terdapat dalam jiwa manusia, daya yang sebagaimana digambarkan dalam al-Qur’an.memperoleh pengetahuan denag memperhatikan alam sekitarnya. Akal dalampengertian inilah yang dikontraskan dalam Islam dengan wahyu yang membawa penetahuan dari luar diri manusia yaitu Tuhan.

2. Wahyu
Kata wahyu berasal dari bahasa arab al-wahy berarti suara, api, dan kecepatan. Juga mengandung arti bisikan, isyarat, tulisan, dan kitab. Tetapi kata itu lebih dikenal apa yang disampaikan Tuhan kepada para Nabi. Dengan demikian, dalam kata wahyu terkandung arti penyampaian sabda Tuhan kepada orang pilihannya agar diteruskan kepada umat manusia untuk dijadikan pegangan hidup.
Ayat al-qur’an yang menjelaskan cara terjadinya komunikasi antara Tuhan dengan para Nabi yang artinya :
Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantara wahyu atau dibelakan tabir atau mengutus seorang utusan ( malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizinnya apa yang Dia dikehendaki. Sesungguhnya DIa Maha tinggi lagi Maha bijaksana (QS. Al- Syura (42) : 51)
Ayat diatas menjelaskan adanya komunukasi antara Tuhaan dengan manusia, baik cara penyampaian wahyu itu dibelakang tabir manusia dengan mengutus malaikat.

Wahyu dalam Islam bukanlah hanya isi tetapi juga teks Arab dari ayat-ayat sebagaiman yang terkandung dalam al-Qur’an.Kebenaran datangnya al-Qur’an dalm teks Arabnya dari Tuhan adalah bersifat absolut.

Dari pengertian Akal dan Wahyu yang telah diungkapkan diatas, pemakalah akan membahas bagaimana peran Akal dan Wahyu dalam sistem teologi al-Mu’tazilah, al-Asy’ariyah, dan al-Maturidiyah,

Akal dan Wahyu menjadi pembahasan polemis dikalangan pateolog Islam. Pembahasan menyangkut empat hal berikut ini :
 Dapatkah Akal mengetahui adanya Tuhan ?
 Kalau dapat, apakah akal dapat mengetahui kewajiban berterimakasih kepada Tuhan ?
 Dapatkah Akal mengetahui yang baik dan buruk ?
 Kalau dapat, apakah akal dapat mengetahui kewajiban berbuat baik dan buruk itu ?

Polemik yang terjadi antara aliran-aliran teolog Islam yang bersangkutan ialah : yang manakah diantara keempat masalah itu yang dapat diperoleh akal dan yang mana melalui wahyu ? masing masing aliran memberikan jawaban yang berlainan.
 Al-Mu’tazilah
Al-Mu’tazilah adalah aliran teologi yang bersifat rasional dan liberal, dan dikenal juga dengan nama “kaum Rasionalisme Islam.” Bagi al-Mu’tazilah akal mampu mengetahui keempat persoalan pokok diatas, berterimakasih pada Tuhan sebelum turunyanya Wahyu dan mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat adalah wajib.
Dengan demikian, dapat dipahami sebelum turunya wahyu akal dapat mengetahuni Tuhan, kewajiban mengetahui Tuhan, mengetahui yang baik dan yang jahat, mengetahui kewajiban melaksanakan yang baik dan menjauhi yang jahat. Dengan demikian, manusia wajib mengetahui yang baik dan yang jahat juga wajib melaksanakan yang baik dan menjauhi yang jahat
 Asy’ariyah
Berpendapat, akal memang dapat mengetahui adanya Tuhan. Tetapi akal tidak dapat mengetahui cara berterimakasih kepada Tuhan,tidak thu yang baik dan yang buruk, dan tidak tahu bagaimana cara mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk itu. Untuk mengetahui hal-hal tersebut diperlukan wahyu.Melalui wahyulah manusia mengetahuinya. Tanpa wahyu manusia tidak akan tahu.

 Maturidiah
 Golongan maturidiah Samarkand berpendapat, akal dapat mengetahui adanya Tuhan, kewajiban mengetahi dan berterimakasih kepada Tuhan. Dan mengetahui yang baik dan buruk. Tetapi Akal tidak dapat mengetahui bagaimana kewajiban berbuat baik dan meninggalkan yang buru. Untuk hal yang terakhir ini hanya dapat diketahui dengan wahyu, karena itu, wahyu sangat diperlukan untuk menjelaskanya.

 Golongan maturidiah Bukhara lain lagi, menurut mereka. Akal dapat mengetahui adanya Tuhan dan yang baik dan yang buruk. Tetapi, akal tidak dapat mengetahi kewajiban berterimakasih kepada TUhan dan kewajiban berbuat baik dan meninggalkan yang buruk. Untuk mengetahui kewajiban itu dierlukan wahyu.
Dari uraian singkat diatas tergambar bahwa keempat aliran berbeda pandangan tentang posisi dan kedudukan akal.Ada yang menempatkan pada posisi yang tinggi dan kuat da nada yang memandangnya lemah.
Perbedaan pandangan mereka tentang kedudukan akal otomatis membawa kepada perbedaan pandangan tentang kedudukan wahyu.Makin kuat kedudukan akal dalam pandangan suatu aliran, makin lemah kedudukan wahyu.Sebaliknya.Makin lemah kedudukan akal berarti wahyu menempati posisi yang kuat.

 Golongan Mu’tazilah berpendapat, wahyu berfungsi untuk meperpendek jalan mengetahui keberadaan Tuhan dan untuk mengingatkan manusia akan kewajiban-kewajibanya. Semua masalah yang dikemukakan diatas, sudah dapat diketahui akal. Karena itu, tanpa wahyupun tidak mengapa. Namun, Mu’tazilah tetap memandang wahyu sangat penting untuk menjelaskan rincian-rincian dari keempat permasalahan tersebut. Meskipun Mu’tazilah dikenal rasional dan mengandalkanakal serta menempatkannya pada posisi yang tinggi, namun mereka mengakui pula kelemahan-kelemahan akal dan pentingnya wahyu, meskipun Akal dapat mengetahui keempat persoalaan diatas, namun rinciannya secara detiltidak dapat diketahui akal dengan pasti, Untuk itu wahyu sangat penting.
 Golongan asy’ariyah, Wahyu sangatlah penting dan menentukan. Tanpa wahyu manusia tidak akan dapat mengetahui kewajiban kepada Tuhan, baik dan buruk, dan kewajiban berbuat baik dan meninggalkan yang buruk. Karena itu bagi golongan ini, kedudukan wahyu sangat tinggi.

 Maturidiah Samarkand lebih dekat kepada Mu’tazilah. Bagi mereka kedudukan wahyu aga lemah. Wahyu diperlukan untuk mengetahui kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan manusia dalam melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan yang buruk. Sedangkan Maturidiah Bukahara memandang kedudukan wahyu lebih kuatbdari pada Maturidiyah Samarkand. Bagi mereka, Wahyu sangat diperlukan untuk mengetahui kewajiban berterimakasih pada Tuhan dan kewajiban melaksanakan yang baik dan menjauhi yang buruk. Dengan kata lain, Wahyu diperlukan manusia untuk mengetahui kewajiban-kewajibannya.


BAB III
PENUTUP
A.SARAN
Untuk memahami ilmu kalam khususnya dalam masalah akal dan wahyu, hendaknya tidak hanya tertumpu pada satu literatur saja. Oleh karena itu makalah ini semoga menjadi pemacu penyusun khususnya dan penyusun berikutnya pada umumnya untuk lebih mendalami ilmu kalam,






















DAFTAR PUSTAKA
Harun Nasution, akal dan wahyu dalam islam, UI Press, Jakarta, 1986.
H.M. yusran Asmuni. Ilmu tauhid, Raka Grafindo persada, Jakarta, 1996.
Harun Nasution. Teologi Islam, UI Press, Jakarta, 1986,
M. Amin Nurdin, sejarah pemikiran Islam,Amzah, Jakarta.

0 komentar :

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com